SEMUANYA ADA DI SINI.....SD NEGERI 5 BOYOLALI

SD NEGERI 5 BOYOLALI

Minggu, 31 Januari 2010

Nikah? Siapa takut!

Menikah dalam pandangan Islam merupakan tempat berseminya sakinah, mawaddah dan rahmah, tempat memelihara kemuliaan manusia dan keturunannya. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia telah menjadikan dari dirimu sendiri pasangan kamu, agar kamu hidup tenang bersamanya dan Dia jadikan rasa kasih sayang sesama kamu. Sesungguhnya dalam hal itu menjadi pelajaran bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar-Ruum: 21). Salah satu golongan yang berhak ditolong oleh Allah swt. yaitu orang yang menikah karena ingin menjauhkan dirinya dari yang haram. (H.R. Tirmidzi).

Ahli fiqih membagi hukum menikah menjadi 5, yaitu

1.Wajib
Imam Qurtubi menerangkan, bagi pemuda yang mampu menikah, ingin menjaga diri dan agamanya, maka menikah wajib baginya. Hai golongan pemuda! Bila di antara kamu ada yang mampu menikah hendaklah ia menikah, karena nanti matanya akan lebih terjaga dan kemaluannya akan lebih terpelihara (H.R. Bukhari dan Muslim).

2. Sunah
Mayoritas ahli fiqih berpendapat ketika seseorang mampu menikah, dapat menahan dirinya untuk tidak berbuat zina, maka sunah baginya untuk menikah. Ia masih bisa menundanya, tapi tetap membentengi diri dan menjaga kesucian dengan shaum. Firman Allah swt., Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (dirinya) sehingga Allah memampukan mereka dengan karunianya. (Q.S. An-Nuur: 33). Dan bila ia belum mampu menikah, hendaklah ia bershaum karena shaum ibarat perisai. (H.R. Bukhari dan Muslim).

3.Haram
Menikah itu menjadi haram manakala seseorang tidak mampu memberi nafkah lahir dan batin kepada pasangannya, dan jika pernikahan tersebut akan membahayakan pasangannya. Qurthubhy berkata,Bila seorang laki-laki sadar tidak mampu membelanjai istrinya atau membayar maharnya atau memenuhi hak-hak istrinya, maka haram menikah. Begitu pula kalau ia tak mampu menggauli istrinya, maka wajiblah ia menerangkan agar pasangannya tidak tertipu olehnya.

4. Makruh
Hukum menikah menjadi makruh bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi nafkah pada istrinya. Tetapi, bila istri rido akan hal tersebut maka dianggap tidak merugikan istrinya.

5. Mubah
Hukum mubah ini berlaku bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkannya segera menikah atau alasan-alasan yang mengharamkannya menikah.

Setelah menikah, setiap orang akan mendapatkan peluang enam tipe keluarga,
1. Keluarga tipe Nabi Nuh a.s., diuji oleh istri (pasangan) dan anak yang tidak saleh, tapi tetap tabah.
Allah swt. mengisahkan doa Nabi Nuh tentang kematian putranya, Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya. Allah berfiman, Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu sesungguhnya (perbuatannya) yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya). Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.(Q.S. Hud; 45-46).
Diuji oleh pasangan dan keturunan yang tidak shaleh, bersama di dunia tapi terpisah di akhirat.

2.Keluarga tipe Nabi Ayyub a.s.:
Diuji oleh pasangan yang tidak setia, yang kembali taubat dan dimaafkan.Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.Ã(Q.S. Al-Anbiya: 84).

3.Keluarga tipe Asyiah dan Firaun
Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, serta selamatkanlah aku dari kaum yang zalim (Q.S. At-Tahrim: 11). Doa di atas merupakan permintaan Asyiah istri Firaun, kepada Allah swt. yang kemudian dikabulkan.
Asyiah merupakan cerminan wanita salehah, tegar membela kebenaran, sekalipun kondisi menuntut dirinya merahasiakan perjuangan.

4. Keluarga tipe Abu Lahab
Abu Lahab merupakan paman Nabi Muhammad saw. yang sangat memusuhi dan menyakiti nabi, begitu pula istri Abu Lahab saling tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Q.S. Al-Lahab 111:1-5). Suami istri yang saling menolong dalam kejahatan.

5. Nabi Ibrahim dengan ayahnya Azar.
Walaupun orang tua tidak sejalan dengan anak, tidak jadi alasan anak membenci orang tuanya. Nabi Ibrahim memintakan ampun untuk ayahnya (Q.S. Maryam 47-48) dan firman Allah yang lainnya menerangkan bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (Q.S. At-Taubah: 113-114)

6. Keluarga Nabi Muhammad saw. atau Nabi Ibrahim a.s.
Suami, istri, dan anak saling mendukung, teguh dalam beribadah, penghambaan pada Allah swt., amar maruf nahi munkar, dakwah, dan jihad fisabilillah.

Hadapilah harapan dengan iman, maka tidak akan ada rasa takut, tapi mantap mengambil keputusan dalam mengarungi bahtera pernikahan. Selamat menikah semoga Anda Barakah! Amin.
DA'WAH SALAFIYAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
eranda > DOWNLOAD AUDIO, Pernikahan > Download Audio: Bedah Buku PANDUAN LENGKAP NIKAH (Ust. Abu Zubair al Hawari, Lc.) [BAGUS]
Download Audio: Bedah Buku PANDUAN LENGKAP NIKAH (Ust. Abu Zubair al Hawari, Lc.) [BAGUS]
17 Januari 2010 admin Tinggalkan komentar Go to comments

Alhamdulillah, Silakan download sajian terbaru kami, Download Rekaman Bedah Buku PANDUAN LENGKAP NIKAH (Pembahasan Tuntas Mengenai Hukum-hukum Seputar Pernikahan Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang disampaikan oleh Al Ustadz Al Fadhil Abu Zubair Al Hawariy, Lc. hafizhahullahu ta’ala di Masjid Raya Karanganyar. Semoga kajian yang beliau sampaikan pada kajian ini bermanfat, khususnya bagi yang ingin segera menikah atau yang ingin menambah lagi (poligami maksudnya, hehe ^_^). OK, langsung saja menuju lokasi download kami pada link berikut:

Download Bedah Buku PANDUAN LENGKAP NIKAH atau Klik di sini

NB: Insya Allah akan segera kami posting rekaman kajian bedah buku Bagaimana Mengatasi Pertikaian Suami-Istri? bersama Ustadzuna Muslim Atsari hafizhahullahu ta’ala (beliau adalah pengasuh Ma’had Ibnu Abbas As Salafy, Sragen serta staf ahli majalah As Sunnah) maupun rekaman-rekaman kajian menarik lainnya. Semoga dimudahkan oleh Allah.

Rate This
DA'WAH SALAFIYAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH

BERSABAR MENGHARAP RIZQI ALLOH SUBHANAHU WATA'ALAA

TERAPI KESUBURAN
1 Februari 2010 admin Tinggalkan komentar Go to comments

Oleh Tim Nukhba Majalah al Mawaddah

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum, Ustadz, ana (saya) sudah menikah hampir dua tahun tetapi belum dikaruniai anak. Ana (33 th) ibu rumah tangga, sedangkan suami (27 th) bekerja di pertambangan yang suhu udaranya panas. Hasil HSG ana bagus, tetapi suami kualitas dan kuantitasnya kurang bagus. Suami sudah mengkonsumsi obat farmasi Profertil dan Delfaron selama dua bulan, kemudian sudah mengkonsumsi obat herbal selama satu bulan, tetapi ana belum hamil juga. Jazakumullohu khoiron.
(Nur, Kalimantan, 08134747xxxx)

Assalamu’alaikum. Afwan, ana ummahat sudah menikah enam tahun, namun belum dikaruniai walad (anak). Ana punya keluhan tiap haid perut sangat sakit (dilepen, bhs. Jawa), kadang sampai ke dokter. Apa yang harus ana lakukan? Apakah dilep (nyeri haid) adalah kanker kandungan? Perlu diketahui, setiap pekan ana pergi ke Surabaya; apa itu juga penyebabnya?
(Ummu Abdillah, Jombang, 08523173xxxx)

Jawab:
Wa’alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh. Ibu Nur dan Ummu Abdillah—semoga dimuliakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, kami akan berusaha menjawab pertanyaan anda. Terpaksa kami gabungkan kedua jawaban soal di atas mengingat jenis permasalahannya sama dan keduanya saling melengkapi.

Perlu diketahui, permasalahan mengenai fertilitas/kesuburan merupakan salah satu permasalahan dunia kesehatan yang penuh dengan teka-teki. Terkadang penyebab penyakitnya sudah jelas, namun belum tentu jelas pula hasilnya. Kesabaran dan ketekunan menjadi kunci di dalam masalah ini. Tak layak bagi pasutri untuk saling menyalahkan, saling memojokkan, dan saling mengungkit-ungkit, karena hal itu tidak akan banyak membawa manfaat, justru dikhawatirkan memperparah keadaan akibat goncangan emosi yang labil, memperburuk kualitas sperma/sel telur.

Wajar jika anda merasa terbebani dengan masalah yang sedang anda alami sekarang, baik pada permasalahan fertilitas ataupun dengan metode pengobatan yang anda jalani, selain membutuhkan waktu yang lama, biayanya pun sangat mahal. Namun sungguh disayangkan, sebagian dari saudara-saudari kita tidak mau mempelajari seluk-beluk dunia fertilitas. Mereka justru mengikuti saran/perkataan orang yang tidak jelas keberadaannya di dunia kesehatan. Padahal jelas-jelas pada zaman sekarang banyak penipuan berkedok penyuluhan, sehingga dengan mudahnya kita mendengar keluhan: “Apa yang disarankan/dikatakan oleh semua orang sudah saya lakukan tetapi sampai sekarang kami belum dikaruniai anak”, atau sebagaimana yang dikatakan oleh Ummu Abdillah di atas.

Tidak hanya orang awam yang kebingungan dalam mengatasi gangguan fertilitas, bahkan hingga para pakar pun mengalami hal yang serupa. Kepincangan-kepincangan metode terapi dalam permasalahan ini terlihat sangat jelas, baik di dalam dunia kedokteran ataupun dunia pengobatan tradisional, semuanya mengalami gangguan. Banyak hal yang menjadi penyebabnya, salah satunya ialah beranekaragamnya model dan gaya manusia dalam aktivitas suami isteri atau keadaan organ tubuh. Banyaknya kegagalan dalam terapi fertilitas seharusnya semakin menumbuhkan kesadaran bagi pasutri (yang mengalami masalah tersebut) agar semakin bersabar dan lebih tekun di dalam usaha memperbaiki kondisi tubuh.

Sebagaimana isyarat dari dalam tubuh kita, hendaknya kita tidak terlalu tergesa-gesa dan gegabah dalam menentukan langkah. Ingatlah, hanya untuk melihat hasil pengobatan saja, anda tidak mampu untuk melihat secara langsung, paling tidak—minimalnya—dibutuhkan waktu sebulan penuh(1). Yang menjadi permasalahan, apakah obat yang anda minum selama sebulan atau dua bulan itu mampu untuk memperbaiki kerusakan pada rahim anda?! Padahal proses perbaikan yang dilakukan selama sebulan hanya terhitung satu kali perbaikan, ibarat kita minum obat kimia hanya dalam waktu sekali saja. Demikian itu sebagian teka-teki yang belum terpecahkan, bagaikan menangkap ikan yang terlepas dari rombongannya atau laksana mencari jarum dalam tumpukan jerami. Oleh sebab itu, wajar bila Prof. Hembing dalam buku Terapi Pijat Refleksi mengatakan: “Kemandulan bukan merupakan penyakit. Seorang pria dapat mandul, namun ia masih mampu menikmati koitus namun tidak dapat memberikan keturunan kepada pasangannya(2).”

Terlepas dari semua itu, banyak hal yang menyebabkan gangguan fertilitas. Bisa jadi gangguan itu disebabkan oleh kesalahan di dalam tata cara berhubungan atau akibat adanya gangguan kerusakan pada alat genitalia internal ataupun eksternal. Namun mengingat umur pernikahan penanya sudah mencapai dua dan enam tahun, alangkah baiknya jika kami tidak membahas lima model cara untuk mengenali hari subur atau trik-trik yang berhubungan dengan kehidupan suami isteri, karena kami anggap sudah maklum. Merupakan kesalahan yang besar jika anda memilih jalan kesyirikan atau menjatuhkan diri untuk memilih mengkonsumsi obat kuat atau obat pemicu ovulasi. Seandainya anda berpikiran jernih, tentunya anda tidak akan melakukan hal tersebut. Anda sudah mengetahui bahwasanya diri anda telah mengalami gangguan fertilitas, sedangkan masalah fertilitas dikuasai oleh ginjal. Bisa dipastikan jika anda mengalami gangguan fertilitas berarti ginjal anda rusak, sedangkan jika ginjal rusak belum tentu ada gangguan fertilitas. Dari sini dapat diketahui ginjal(3) anda mengalami kerusakan parah. Bisa anda bayangkan, jika anda memaksa ginjal anda bekerja di luar kemampuannya dengan memforsir kerja secara berlebihan dengan meminum obat kuat atau pemicu ovulasi, artinya sama saja anda telah menjauh dari tujuan semula. Akibatnya justru akan memperburuk kualitas dan kuantitas sperma, menjadikan rahim semakin kering dan susah dipulihkan, haid berhenti (menopause), payudara mengecil, hilang nafsu makan, kram, suara berubah, sering pusing, berat badan bertambah, banyak tumbuh rambut, tumbuh jerawat, mual-mual, depresi, rambut rontok, sakit punggung, dan mata kabur.
Kekhawatiran yang lainnya, seandainya anda ‘berhasil’ hamil dalam keadaan seperti ini, banyak gangguan dan permasalahan pada saat mengandung, dan puncaknya anda akan mengalami keguguran berulang karena proses kehamilan dibangun di atas kerusakan atau organ reproduksi dalam keadaan lemah, terutama uterus/rahim. Oleh sebab itu, yang harus anda pikirkan adalah bagaimana agar ginjal anda normal. Perbaikilah kualitas makanan sehingga kebutuhan tubuh akan lemak, karbohidrat, protein, mineral, dan air tercukupi—minimal selama dua bulan. Selanjutnya anda baru boleh mengkonsumsi obat perangsang kesuburan dengan dosis yang sangat kecil. Bisa dengan mengurangi beban kerja ginjal, dengan mengurangi aktivitas hubungan suami isteri, atau kita perbaiki kualitas kerja ginjal dengan ramuan sebagai berikut:

* Keji beling 20%
* Adas 5%
* Daun dewa 25%
* Otot-ototan 20%
* Sembung 30%

Sebaiknya anda keringkan dan tumbuk halus, minum hanya pada waktu makan saja, karena organ ginjal anda baru diperbaiki. Adapun untuk obat perangsang kesuburan, anda bisa membuat ramuan sebagai berikut:

* Adas 15%
* Temulawak 15%
* Pulosari 25%
* Ujung rahap 10%
* Kulit pepaya gantung 20%
* Ketumbar 15%

Sebaiknya anda jadikan serbuk, minum selama 20 hari berturut-turut 3 × sehari.

Ingat, kurangi aktivitas hubungan suami isteri untuk sementara.

Mengenai usia, secara umum ia memiliki pengaruh terhadap fertilitas. Wanita di bawah usia 25 tahun sangat potensial untuk hamil di tahun pertama pernikahan. Ketika usia 25–30 tahun, masa kehamilan lambat sebagai akibat melemahnya alat reproduksi, sehingga biasanya masa yang dibutuhkan sekitar 2–4 tahun dari pernikahan. Sedangkan wanita yang berusia 34–44 tahun memiliki potensi yang amat kecil untuk hamil.

Adapun HSG, ia hanyalah untuk mengetahui kondisi rahim dan untuk menentukan metode terapi selanjutnya. Meskipun demikian, kami tidak menyarankan untuk melakukan HSG ataupun tes-tes lainnya. Di samping biayanya mahal, hasilnya pun belum bisa dipastikan, apalagi caranya sangat tidak layak.

Hawa panas, memiliki hubungan dengan organ ginjal, sedangkan ginjal menguasai sistem fertilitas manusia yang dikenal dengan sebutan “energi keturunan”. Sebenarnya udara yang kita hirup sangat baik untuk proses pembakaran (oksidasi) di dalam paru-paru. Namun jika udara memiliki temperatur yang hangat/panas, tenaga akan cepat terkuras dan mempengaruhi kelemahan pada ginjal. Yang jadi permasalahan bukan pada temperatur udara, melainkan pada organ tubuh anda. Apalah gunanya mengobati ginjal anda jika udara—di lain pihak—memperparah keadaannya. Kami tidak menyarankan anda pindah tempat, tetapi silakan anda obati/lemahkan jantung(4) anda sehingga udara yang panas tidak mengganggu ginjal dan jantung menjadi netral karena ada suplai hawa panas yang menguatkan jantung.

Tentang permasalahan sperma yang kurang bagus, hal itu sangat mudah diperbaiki. Mungkin pada waktu pemeriksaan sang suami gugup/tegang. Telah dimaklumi, sebanyak 3–7 juta sel sperma akan mati apabila seseorang mengalami gangguan emosi. Perbaikan fertilitas pada seorang laki-laki lebih mudah bila dibandingkan dengan perbaikan pada sistem reproduksi perempuan. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini. Salah satu faktornya adalah karena matangnya sel sperma hanya membutuhkan waktu tiga hari, tidak seperti perempuan. Yang perlu anda perhatikan selain masalah energi ialah masalah ketegangan emosi. Cara termudah yang bisa anda lakukan untuk memperbaiki kualitas sperma adalah dengan memijat buah pelir. Pijat secara perlahan-lahan, biasanya di bagian sampingnya. Bila dipijat akan terasa sangat sakit dan ngilu ke perut meskipun dipijat pelan. Kurangi konsumsi air es atau makanan yang dingin.

Adapun untuk masalah Ummu Abdillah, semoga Alloh memudahkan urusan anda. Dilepen bukan merupakan penyakit kanker kandungan, namun ia hanyalah satu pertanda bahwa rahim anda belum sempurna, terutama pada ikat rahim bagian atas yang berhubungan dengan perut. Jangan tergesa-gesa untuk mengobatinya karena perbaikannya minimal membutuhkan waktu dua bulan. Dilepen bisa muncul disebabkan pengaruh negatif obat pelancar haid atau karena terlalu capai. Anda bisa mencoba untuk memperbaikinya cukup dengan minum air perasan daun pepaya ataupun lalapannya. Ingat, jangan terlalu banyak.

Seringnya bepergian kerap dihubungkan dengan masalah fertilitas. Namun hal ini hanya disebabkan habisnya energi yang ada dalam tubuh. Sering bepergian tidak menjadi suatu masalah asalkan kondisi anda fit dan ada mahromnya di dalam perjalanan. Namun apabila anda sangat khawatir, sebaiknya anda kurangi karena akan memperburuk kondisi emosional yang bisa menyebabkan kerusakan lebih fatal. Demikianlah yang bisa kami sampaikan, semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum. Wallohu A’lam.

__________________________________________________
(1) Yaitu ketika datang waktu siklus haid.
(2) Terapi Pijat Refleksi Kaki, penerbit Milenia Populer, cet. pertama, hlm. 168
(3) Maksudnya seluruh organ yang memiliki hubungan dengan ginjal.
(4) Maksudnya bukan berarti anda harus merusak jantung anda, tetapi mengatur siasat agar ginjal tidak terbebani oleh hawa panas yang ada di tempat kerja, dengan cara mengurangi konsentrasi pada jantung, bisa melalui banyak mengkonsumsi madu atau jinten hitam, ataupun lewat bekam, akupunktur, atau pijat refleksi. Jika anda kebingungan untuk memilih model terapi yang cocok, cobalah terlebih dahulu melalui madu atau jinten hitam. Atau yang paling mudah, silakan anda pijat titik di bawah mata kaki maka otomatis ginjal akan menguat dan jantung akan melemah; namun hasilnya sangat dipengaruhi oleh kualitas pemijatan dan reaksi dari dalam tubuh.
Sumber: http://www.almawaddah.or.id/konsultasi/pengobatan-alami/30-terapi-kesuburan

DA'WAH SALAFIYAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH

AHLUL HADITS DAN KEUTAMAANNYA

Siapakah Ulama Ahlul Hadits?

Saudara pembaca, semoga Allah subhanahu wa ta’ala menganugerahkan hidayah-Nya kepada kita semua. Begitu banyaknya perselisihan di kalangan umat islam. Demikian banyaknya manhaj (metode dalam berpikir, beramal dan berdakwah) dari kelompok-kelompok yang hendak memperbaiki umat ini dan semuanya mengklaim diatas kebenaran, membuat umat islam semakin bingung siapakah sesungguhnya yang bisa dijadikan rujukan, tempat bertanya dan mencari pemecahan masalah dan problematika umat ini.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan wasiat sekaligus jalan keluarnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup sepeninggalku nanti niscaya akan melihat perselisihan yang begitu banyak (dalam memahami agama ini). Oleh karena itu, wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku (jalanku) dan sunnah Khulafa` Ar Rasyidin yang terbimbing. Berpegang teguhlah dengannya. Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah, dan lainnya. Dari shahabat Al Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu. Shohih, lihat Irwa`ul Ghalil, hadits no. 2455)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mengabarkan tentang sekelompok orang dari umat ini yang beliau memujinya dan merekomendasikannya, dengan sabdanya:

لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَ لاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

“Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menampakkan di atas al haq (kebenaran), tidak memudharatkan mereka orang-orang yang mencerca mereka dan tidak pula orang-orang yang menyelisihi mereka sampai hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan yang lainnya, dari shahabat Tsauban radhiyallahu ‘anhu)

Al-Imam Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah (wafat tahun 181 H) berkata, “Menurutku mereka adalah ulama ahlul hadits.” (Atsar Shahih, Al-Khothib Al-Baghdadi, Syarafu Ashabil Hadits, 62)

Al-Imam Ali bin Al-Madini rahimahullah (wafat tahun 234 H) berkata, “Mereka itu adalah ulama ahlul hadits.” (Atsar Shahih, At-Tirmidzi, As-Sunan, 4/485)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah (wafat tahun 241 H) berkata, “Jika golongan yang mendapat pertolongan itu bukan ulama ahlul hadits, maka aku tidak tahu lagi siapa mereka itu” (maksudnya tidak mungkin yang lain lagi, pen). (Atsar Shahih, Al-Hakim, Ma’rifah Ulumul Hadits, 3)

Al-Imam Ahmad bin Sinan rahimahullah (wafat tahun 256 H) berkata, “Mereka adalah ahlul ilmu dan ulama atsar.” (Atsar Shahih, Abu Hatim, Qiwamus Sunnah fil Hujjah, 1/246)

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah (wafat tahun 256 H) berkata, “Yakni (mereka tersebut, pen) ulama ahlul hadits.” (Atsar Shahih, Al-Khothib Al-Baghdadi, Syarafu Ashabil Hadits, 62)

Sejarah Ulama Ahlul Hadits

Sesungguhnya sudah cukup jelas dan terang telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang qath’i, bahwa ulama ahlul hadits adalah golongan yang sudah ada semenjak zaman kenabian. Awal mula mereka adalah para shahabat radhiyallahu ‘anhum.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat tahun 852 H) berkata: “Ulama ahlul hadits telah sepakat bahwa shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu termasuk shahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits.” (Al Ishabah, 12/68)

Al-Imam Asy-Sya’bi rahimahullah (seorang imam besar tabi’in/murid shahabat, wafat tahun 110 H) berkata: “Apa yang akan aku hadapi dan apa yang akan aku tinggalkan, tidaklah aku berbicara kecuali dengan apa yang telah disepakati ulama ahlul hadits.” (Adz-Dzahabi, Tadzkiratul Huffazh, 1/83)

Al-Imam Ad-Dahlawi rahimahullah berkata: “Didalamnya terdapat dalil yang jelas dan terang bahwa para shahabat radhiyallahu ‘anhum merupakan generasi yang pertama kali digelari dengan ulama ahlul hadits, karena Asy-Sya’bi rahimahullah telah menjumpai lima ratus orang shahabat radhiyallahu ‘anhum dan mengambil ilmu (hadits) dari mereka. Oleh karena itulah, ia menyebut mereka dengan gelar tersebut dengan ucapannya, “Tidaklah aku berbicara kecuali dengan apa yang telah disepakati ulama ahlul hadits (para shahabat radhiyallahu ‘anhum).” (Tarikh Ahli Hadits, 25)

Dari penjelasan-penjelasan diatas dapatlah diketahui bahwa para shahabat radhiyallahu ‘anhum generasi yang pertama kali dijuluki sebagai “ulama ahlul hadits”. Para tabi’in dan para pengikutnya pun menyebut mereka sebagai ulama ahlul hadits. Senantiasa nama yang mulia ini dilekatkan pada ulama ahlul hadits dari generasi ke generasi sampai masa kita ini. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamïn…

Keutamaan-keutamaan Ulama Ahlul Hadits

1. Ulama Ahlul Hadits adalah Al-Firqatun Najiyyah (kelompok yang selamat) dan Ath-Thaifah Al-Manshurah (kelompok yang mendapat pertolongan)

Ini berdasarkan hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu di atas, hadits ini menguatkan keberadaan satu golongan yang akan tertolong sepanjang masa. Golongan ini adalah para ulama ahlul hadits (sebagaimana keterangan diatas) yang selamat dari perpecahan, perselisihan, dan kerugian di dunia, serta selamat dari panasnya api neraka yang merupakan tempat kembalinya tujuh puluh dua golongan yang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

« تَفْتَرِقُ هَذِهِ اْلأُمَّةُ ثَلاَثَةٌ وَسَبْعِينَ فِرقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةٌ » . قَالُوا : وَمَا تِلْكَ الفِرْقَةُ ؟ قَالَ : « مَنْ كَانَ عَلَى مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي »

“…Umatku ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk An-Nar (neraka), kecuali satu.” Para shahabat bertanya: “Siapakah golongan tersebut, wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang kondisinya seperti kondisiku dan kondisi para shahabatku pada hari ini” (yakni kondisi keberagamaan mereka atau cara memahami agama mereka, pen). (HR. At-Thabarani, Ash-Shaghir, 1/256)

karena semua kelompok tersebut (kecuali satu) telah keluar dari jalan Al-Haq, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.

Ibnu Muflih rahimahullah berkata: “Ulama ahlul hadits adalah golongan yang selamat, orang-orang yang berdiri diatas kebenaran.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah, 3/237)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat tahun 728 H) berkata: “Jika sifat golongan yang selamat itu (adalah) mengikuti para shahabat di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -dan itu merupakan syi’ar Ahlus Sunnah-, maka golongan yang selamat itu adalah Ahlus Sunnah.” (Minhajus Sunnah, 3/457)

2. Imam Ulama Ahlul Hadits adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):

“(Ingatlah) suatu hari (yang pada hari itu) Kami panggil tiap umat bersama pemimpin mereka.” (Al-Isra`: 71)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah (wafat tahun 774 H) berkata: “Sebagian salaf mengomentari ayat diatas: “Ini adalah sebesar-besar kemuliaan untuk ashabul hadits (ulama ahlul hadits), karena imam mereka adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Al-Qur`an, 2/56)

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (wafat 204 H) berkata: “Apabila aku melihat seseorang dari ulama ahlul hadits seakan-akan aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup.” (Atsar Shahih Al-Baihaqi, Manaqib Al-Imam Asy-Syafi’i, 1/477)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Aqidah ulama ahlul hadits adalah sunnah yang murni, karena itu merupakan keyakinan yang benar yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Minhajus Sunnah, 4/59-60)

Beliau rahimahullah juga berkata: “Ciri-ciri paling minimal yang terdapat pada ulama ahlul hadits ialah mencintai Al-Qur`an dan Hadits, membahas dan mendalami makna-makna keduanya, beramal dengan apa yang telah mereka ketahui dari keduanya. Dan fuqaha` hadits lebih mengerti dan berpengalaman tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari fuqaha` selain mereka.” (Majmu’ Fatawa, 4/95)

3. Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memuliakan, menghormati dan mencintai Ulama Ahlul Hadits

Dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, apabila melihat seorang penuntut ilmu -yakni ulama ahlul hadits- ia berkata: “Marhaban! Selamat bergembira dengan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Atsar Hasan, riwayat At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan yang lainnya)

Beliau radhiyallahu ‘anhu juga berkata: “Marhaban dengan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam! Adalah dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiati kami tentang kalian.” (Atsar Hasan, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 1/88)

Amir bin Ibrohim rahimahullah berkata: “Adalah shahabat Abud Darda` radhiyallahu ‘anhu apabila melihat penuntut ilmu ia mengatakan, “Marhaban dengan penuntut ilmu! Dan ia mengatakan, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat tentang kalian.” (Atsar Hasan, Ad-Darimi dalam Al-Musnad, 1/99)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Barangsiapa mengagungkan ulama ahlul hadits, maka ia akan menjadi besar di mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan barangsiapa yang merendahkan mereka, maka ia akan jatuh dan hina di mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ulama ahlul hadits adalah para penyampai berita beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (dinukil oleh Ibnul Jauzi rahimahullah dalam Manaqib Al-Imam Ahmad bin Hanbal, 180)

4. Kebenaran bersama Ulama Ahlul Hadits

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Wajib bagi kalian mengikuti ulama ahlul hadits karena merekalah manusia yang paling banyak benarnya.” (Atsar Shahih, Adz-Dzahabi dalam As-Siyar, 14/197)

Beliau rahimahullah juga berkata: “Barangsiapa yang mempelajari Al-Qur`an, maka besarlah nilainya. Dan barangsiapa yang memperhatikan ilmu fiqih, maka mulialah kedudukannya. Dan barangsiapa yang menulis hadits, maka kuatlah hujjah-nya.” (Atsar Shahih, Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal, 324, dan Manaqib Al-Imam Asy-Syafi’i, 1/281)

Al-Walid Al-Karabisi rahimahullah berkata: “Wajib atas kalian berpegang dengan apa yang dipegang ulama ahlul hadits. Sesungguhnya aku melihat kebenaran itu selalu bersama mereka.”

Ad-Dahlawi rahimahullah berkata: “Kebenaran itu bersama ulama ahlul hadits dan mereka adalah golongan yang selamat.” (Tarikh Ulama ahlul hadits, 130)

5. Ulama Ahlul Hadits adalah Pengayom dan Penjaga Agama

Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah (salah seorang ulama tabi’ut tabi’in, wafat tahun 161 H) berkata: “Para malaikat adalah penjaga-penjaga langit, sedangkan ulama ahlul hadits adalah para penjaga bumi.”

Yazid bin Zura’i rahimahullah berkata: “Setiap agama memiliki para penjaga, dan penjaga agama ini adalah ulama asanid (yakni ulama ahlul hadits).” (Atsar Hasan, dinukil oleh Al-Imam Al-Khathib Al-Baghdadi rahimahullah dalam Syarafu Ashabil Hadits, 91)

6. Empat Imam Madzhab adalah ulama (ahlul) hadits

* Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit Al-Kufi rahimahullah (wafat tahun 150 H)
* Al-Imam Abu Abdillah Malik bin Anas Al-Ashbahani rahimahullah (wafat tahun 179 H)
* Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i rahimahullah (wafat tahun 204 H)
* Al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani rahimahullah (wafat tahun 241 H)

7. Kecintaan terhadap Ulama ahlul hadits sebagai Tolok Ukur seorang Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Sunni-Atsari)

Qutaibah bin Sa’id rahimahullah berkata: “Apabila kamu menjumpai seseorang yang mencintai ahul hadits, maka ketahuilah sesungguhnya ia berada diatas sunnah. Dan barangsiapa menyelisihi hal ini, ketahuilah bahwa ia adalah seorang ahli bid’ah.” (Atsar Shahih, Al-Lalikai dalam Al-I’tiqad, 1/67)

Al-Imam Abu Hatim Ar-Razi rahimahullah (wafat 277 H) berkata: “Ciri-ciri ahlul bid’ah ialah membenci ahlul atsar (ulama ahlul hadits -pen).” (Atsar Shahih, Al-Lalikai dalam Al-I’tiqad, 2/179)

Al-Imam Ahmad bin Sinan Al-Qaththan rahimahullah (wafat 256 H) berkata: “Tidak ada di dunia seorang ahlul bid’ah pun kecuali ia membenci ulama ahlul hadits, maka apabila seseorang telah terjerumus kedalam perbuatan bid’ah, maka dicabutlah manisnya hadits dari hatinya.” (Atsar Shahih, Al-Hakim dalam Ma’rifah ‘Ulumul Hadits, hal. 5)

Abu Utsman Ash-Shabuni rahimahullah berkata: “Ciri-ciri ahlul bid’ah sangatlah nyata, dan yang paling nampak ialah kebencian dan permusuhan mereka terhadap ulama ahlul hadits, serta pelecehan mereka terhadap ulama ahlul hadits.” (Al-I’tiqad, hal. 116)

Penutup

Para pembaca, semoga Allah subhanahu wa ta’ala menanamkan kepada kita kecintaan kepada ilmu hadits, para ulama ahlul hadits, dan orang-orang yang senantiasa berusaha meniti jejak mereka, menilai, menimbang, memutuskan, dan mengembalikan segala permasalahan umat ini kepada ahlinya, yaitu ulama ahlul hadits, sehingga ucapan dan amalan-amalan kita terbimbing diatas ilmu.

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa merahmati para ulama ahlul hadits dari kalangan para shahabat radhiyallahu ‘anhum, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan yang setelah mereka hingga yang ada pada masa kini; mengampuni kekurangan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam jannah (surga-Nya. Amïn…

Wallahu Ta’ala a’lam bish showab.

INFO DAUROH

DA'WAH SALAFIYAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
Dowroh Magetan
7 Jan 2010 Author: admin In: Aqidah, Info Dakwah, Info Douroh, Manhaj, Terbaru, Umum

Bismillah.

Hadirilah, Majlis Ilmu bersama Al-Ustadz Aly Abbas, Makasar (Murid Imam Muqbil, 7 th di Darul Hadits Dammaj) dengan tema dari pembahasan kitab:

AL-FIQHU FIDDIYN WAL ‘ISHMATU MINAL FITAN, karya Syaykh Sholih Fawzan Al-Fawzan, Insyaa Allaah, akan diadakan pada hari:

· Ahad: Tanggal 15 Shofar 1431H/31 January 2010 jam 8 pagi, di Masjid Al-Amin, Jalan Thamrin (Kompleks SD Muhi), Magetan, Jawa Timur

Sumber: Abu Hanifah, Magetan.

Baarokallaahu fiykum,

Abu Zaid: 0812773199

Nasehat Syaikh Ali –Hafidhohulallah

Nasehat Syaikh Ali –Hafidhohulallah- kepada Salafiyyin ketika beliau berkunjung ke Masjid Khodijah Makasar pada tanggal 18 Febuari 2006.

Pertanyaan:
Kami meminta nasehat kepada Syaikh tentang keadaan para duat salafiyyin yang mereka saling berselisih, satu sama lain saling mentahdzir disebabkan karena persoalan yang kurang jelas??

Jawaban:
Berkata Syaikh: "Saya yakin bahwa kebanyakan permasalahan yang terjadi diantara saudara-saudara kita sesama salafi sebabnya adalah penyakit jiwa dan hati(Hal ini seperti yang dikatakan oleh Syaikh al-Albani tentang diri beliau : "Sesungguhnya aku terdholimi oleh kebanyakan orang yang mengaku memiliki ilmu dan diantara mereka (kemungkinan) sama-sama berada di atas manhaj salaf. Jika demikian perkaranya maka orang tersebut telah termakan hatinya oleh rasa dengki dan hasad. "Muhadditsul 'Ashr Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani" oleh Syikh Samir az-Zuhairy hal. 49,- Red). Seandainya mereka mau mengamalkan sabda Nabi : Tidak beriman salah seorang diantara kalian sampai dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri. Maka akan sempitlah ruang perselisihan diantara mereka akan tetapi kenyataan yang ada mereka saling tuduh menuduh tanpa bukti dan meneliti, serta tanpa adanya semangat untuk memberi hidayah dan taufik.

Akan tetapi seandainya tuduhan-tuduhan ini dibahas kembali dan diteliti sebelum disebar luaskan, lalu satu sama lainnya saling menghubungi (menasehati) dengan tujuan untuk menghilangkan perselisihan dan saling memberi hidayah serta dalam rangka menyatukan kalimat dan hati maka ini adalah sebab lain disempitkannya ruang perselisihan.

Kalau seandainya perselisihan ini diangkat dengan segala dalil dan bukti kepada ahli ilmu yang ikhlas, maka ucapan-ucapan mereka akan dapat memperbaiki menyatukan perpecahan. Kita berbicara disini sekarang tentang salafiyin yang memiliki metode dakwah yang jelas, kita tidak berbicara tentang sururiyyin, takfiriyyin, dan hizbiyyin. Adapun mereka ini maka pembahasannya ditempat yang lain. Kita berbicara disini tentang orang-orang yang mengibarkan manhaj salaf dan menjadikannya sebagai pedoman hidup dan yang menyelisihinya sebagai malapetaka dan kehancuran.

Mereka yang menyelisihi manhaj ini bukan termasuk golongan kita dan kita bukan termasuk golongan mereka, namun kita menginginkan agar mereka mau kembali ke jalan kebenaran dan metode yang benar. Akan tetapi (Allah berfirman, yang artinya) "Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk" (Al-Baqoroh : 272). "Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (al-Qur'an)" (Al-Kahfi: 6)

Kita hanya berdoa dan bertawakkal kepada Allah yang Maha memberi taufiq.

Nasehatku yang muncul dari lubuk hati terdalam bagi saudara-saudara kita salafiyyin yang masih berselisih agar mereka saling memberi udzur tapi bukan berarti kita membiarkan kesalahan namun hendaklah mereka saling nasehat-menasehati diatas kebenaran dan kesabaran serta diiringin rasa kasih sayang dan kelemah lembutan sebagaimana firman Allah (yang artinya) : "Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran" (Al-Ashr : 3). "Dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang" (Al-Balad : 17)

Kebenaran, kesabaran dan kasih sayang adalah pengikat tali persaudaraan dan cahaya bagi ukhuwah islamiyyah diantara mereka. Adapun memata-matai, mencari-cari kesalahan memboikot dan salin memnuduh dan bermusuhan serta mentahdzir tanpa bukti yang benar dan tanpa nasehat maka ini perbuatan orang-orang yang tidak mengetahui manhaj salaf kecuali hurufnya saja dan tidak mengenal adab islam kecuali namanya saja.


Maraji':
Adz-Dzakhirah edisi 19 thn IV

Sumber: www.salafindo.com

JAUHI VALENTIN DAY....!!!!!!!!!!!!!!!

Menyorot Perayaan Valentine’s Day


Cinta adalah sebuah kata yang indah dan mempesona yang hingga sekarang belum ada yang bisa mendefinisikan kata cinta itu sendiri. Meskipun demikian setiap insan yang memiliki hati dan pikiran yang normal tahu apa itu cinta dan bagaimana rasanya. Maha suci Dzat Yang telah menciptakan cinta.

Jika kita berbicara tentang cinta, maka secara hakikat kita akan berbicara tentang kasih sayang; jika kita berbicara tentang kasih sayang, maka akan terbetik dalam benak kita akan suatu hari yang setiap tahunnya dirayakan, hari yang selalu dinanti-nantikan oleh orang-orang yang dimabuk cinta, dan hari yang merupakan momen terpenting bagipara pemuja nafsu.

Sejenak membuka lembaran sejarah kehidupan manusia, maka disana ada suatu kisah yang konon kabarnya adalah tonggak sejarah asal mula diadakannya hari yang dinanti-nantikan itu. Tentunya para pembaca sudah bisa menebak hari yang kami maksud. Hari itu tak lain dan tak bukan adalah "Valentine Days" (Hari Kasih Sayang?).

* Definisi Valentine Days

Para Pembaca yang budiman, mari kita sejenak menelusuri defenisi Valentine Days dari referensi mereka sendiri! Kalau kita membuka beberapa ensiklopedia, maka kita akan menemukan defenesi Valentine di tiga tempat :

* Ensiklopedia Amerika (volume XIII/hal. 464) menyatakan, "Tanggal 14 Februari adalah hari perayaan modern yang berasal dari dihukum matinya seorang pahlawan kristen yaitu Santo Valentine pada tanggal 14 Februari 270 M".
* Ensiklopedia Amerika (volume XXVII/hal. 860) menyebutkan, "Yaitu sebuah hari dimana orang-orang yang sedang dilanda cinta secara tradisional saling mengirimkan pesan cinta dan hadiah-hadiah. Yaitu hari dimana Santo Valentine mengalami martir (seorang yang mati sebagai pahlawan karena mempertahankan kepercayaan/keyakinan)".
* Ensiklopedia Britania (volume XIII/hal. 949), "Valentine yang disebutkan itu adalah seorang utusan dari Rhaetia dan dimuliakan di Passau sebagai uskup pertama".
* Sejarah Singkat Valentine Days

Konon kabarnya, sejak abad ke-4 SM, telah ada perayaan hari kasih sayang. Namun perayaan tersebut tidak dinamakan hari Valentine. Perayaan itu tidak memiliki hubungan sama sekali dangan hari Valentine, akan tetapi untuk menghormati dewa yang bernama Lupercus. Acara ini berbentuk upacara dan di dalamnya diselingi penarikan undian untuk mencari pasangan. Dengan menarik gulungan kertas yang berisikan nama, para gadis mendapatkan pasangan. Kemudian mereka menikah untuk periode satu tahun, sesudah itu mereka bisa ditinggalkan begitu saja. Dan kalau sudah sendiri, mereka menulis namanya untuk dimasukkan ke kotak undian lagi pada upacara tahun berikutnya.

Sementara itu, pada 14 Februari 269 M meninggalkan seorang pendeta kristen yang bernama Valentine. Semasa hidupnya, selain sebagai pendeta ia juga dikenal sebagai tabib (dokter) yang dermawan, baik hati dan memiliki jiwa patriotisme yang mampu membangkitkan semangat berjuang. Dengan sifat-sifatnya tersebut, nampaknya mampu membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap penderitaan yang mereka rasakan, karena kezhaliman sang Kaisar. Kaisar ini sangat membenci orang-orang Nashrani dan mengejar pengikut ajaran nabi Isa. Pendeta Valentine ini dibunuh karena melanggar peraturan yang dibuat oleh sang Kaisar, yaitu melarang para pemuda untuk menikah, karena pemuda lajang dapat dijadikan tentara yang lebih baik daripada tentara yang telah menikah. Valentine sebagai pendeta, sedih melihat pemuda yang mabuk asmara. Akhirnya dengan penuh keberanian, ia melanggar perintah sang Kaisar. Dengan diam-diam ia menikahkan sepasang anak muda. Pendeta Valentine berusaha menolong pasangan yang sedang jatuh cinta dan ingin membentuk keluarga. Pasangan yang ingin menikah lalu diberkati di tempat yang tersembunyi. Namun rupanya, sang Kaisar mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh pendeta tersebut, dan kaisar sangat tersinggung hingga sang Pendeta diberi hukuman penggal oleh Kaisar Romawi yang bergelar Cladius II. Sejak kematian Valentine, kisahnya menyebar dan meluas, hingga tidak satu pelosok pun di daerah Roma yang tak mendengar kisah hidup dan kematiannya. Kakek dan nenek mendongengkan cerita Santo Valentine pada anak dan cucunya sampai pada tingkat pengkultusan !!

Ketika agama Katolik mulai berkembang, para pemimipin gereja ingin turut andil dalam peran tersebut. Untuk mensiasatinya, mereka mencari tokoh baru sebagai pengganti Dewa Kasih Sayang, Lupercus. Akhirnya mereka menemukan pengganti Lupercus, yaitu Santo Valentine.

Di tahun 494 M, Paus Gelasius I mengubah upacara Lupercaria yang dilaksanakan setiap 15 Februari menjadi perayaan resmi pihak gereja. Dua tahun kemudian, sang Paus mengganti tanggal perayaan tersebut menjadi 14 Februari yang bertepatan dengan tanggal matinya Santo Valentine sebagai bentuk penghormatan dan pengkultusan kepada Santo Valentine. Dengan demikian perayaan Lupercaria sudah tidak ada lagi dan diganti dengan "Valentine Days"

Sesuai perkembangannya, Hari Kasih Sayang tersebut menjadi semacam rutinitas ritual bagi kaum gereja untuk dirayakan. Biar tidak kelihatan formal, mereka membungkusnya dengan hiburan atau pesta-pesta.

* Hukum Islam tentang Perayaan Valentine Days

Dalam Islam memang disyari’atkan berkasih sayang kepada sesama muslim, namun semuanya berada dalam batas-batas dan ketentuan Allah -Ta’ala- . Betapa banyak kita dapatkan para pemuda dan pemudi dari kalangan kaum muslimin yang masih jahil (bodoh) tentang permasalahan ini. Lebih parah lagi, ada sebagian orang yang tidak mau peduli dan hanya menuruti hawa nafsunya. Padahal perayaan Hari Kasih Sayang (Valentine Days) haram dari beberapa segi berikut :

* Tasyabbuh dengan Orang-orang Kafir

Hari raya –seperti, Valentine Days- merupakan ciri khas, dan manhaj (metode) orang-orang kafir yang harus dijauhi. Seorang muslim tak boleh menyerupai mereka dalam merayakan hari itu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata, "Tak ada bedanya antara mengikuti mereka dalam hari raya, dan mengikuti mereka dalam seluruh manhaj (metode beragama), karena mencocoki mereka dalam seluruh hari raya berarti mencocoki mereka dalam kekufuran. Mencocoki mereka dalam sebagaian hari raya berarti mencocoki mereka dalam sebagian cabang-cabang kekufuran. Bahkan hari raya adalah ciri khas yang paling khusus di antara syari’at-syari’at (agama-agama), dan syi’ar yang paling nampak baginya. Maka mencocoki mereka dalam hari raya berarti mencocoki mereka dalam syari’at kekufuran yang paling khusus, dan syi’ar yang paling nampak. Tak ragu lagi bahwa mencocoki mereka dalam hal ini terkadang berakhir kepada kekufuran secara global".[Lihat Al-Iqtidho' (hal.186)].

Ikut merayakan Valentine Days termasuk bentuk tasyabbuh (penyerupaan) dengan orang-orang kafir. Rasululllah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut". [HR. Abu Daud dalam Sunan-nya (4031) dan Ahmad dalam Al-Musnad (5114, 5115, & 5667), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (19401 & 33016), Al-Baihaqiy dalam Syu'ab Al-Iman (1199), Ath-Thobroniy dalam Musnad Asy-Syamiyyin (216), Al-Qudho'iy dalam Musnad Asy-Syihab (390), dan Abd bin Humaid dalam Al-Muntakhob (848). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Musykilah Al-Faqr (24)].

Seorang Ulama Mesir,Syaikh Ali Mahfuzh-rahimahullah- berkata dalam mengunkapkan kesedihan dan pengingkarannya terhadap keadaan kaum muslimin di zamannya, "Diantara perkara yang menimpa kaum muslimin (baik orang awam, maupun orang khusus) adalah menyertai (menyamai) Ahlul Kitab dari kalangan orang-orang Yahudi, dan Nashrani dalam kebanyakan perayaan-perayaan mereka, seperti halnya menganggap baik kebanyakan dari kebiasaan-kebiasaan mereka. Sungguh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu membenci untuk menyanai Ahlul Kitab dalam segala urusan mereka…Perhatikan sikap Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- seperti ini dibandingkan sesuatu yang terjadi pada manusia di hari ini berupa adanya perhatian mereka terhadap perayaan-perayaan, dan adat kebiasaan orang kafir. Kalian akan melihat ,ereka rela meninggalkan pekerjaan mereka berupa industri, niaga, dan sibuk dengan ilmu di musim-musim perayaan itu, dan menjadikannya hari bahagia, dan hari libur; mereka bermurah hati kepada keluarganya, memakai pakaian yang terindah, dan menyemir rambut anaka-anak mereka di hari itu dengan warna putih sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlul Kitab dari kalangan Yahudi, dan Nashrani. Perbuatan ini dan yang semisalnya merupakan bukti kebenaran sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sebuah hadits shohih, "Kalian akan benar-benar mengikuti jalan hidup orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sehingga andai mereka memasuki lubang biawak, maka kalian pun mengikuti mereka". Kami (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah mereka adalah orang-orang Yahudi, dan Nashrani". Beliau menjawab, "Siapa lagi kalau bukan mereka". [HR. Al-Bukhoriy (3456) dari Abu Sa'id Al-Khudriy -radhiyallahu 'anhu-]".[Lihat Al-Ibda' fi Madhorril Ibtida' (hal. 254-255)]

Namun disayangkan, Sebagian kaum muslimin berlomba-lomba dan berbangga dengan perayaan Valentine Days. Di hari itu, mereka saling berbagi hadiah mulai dari coklat, bunga hingga lebih dari itu kepada pasangannya masing-masing. Padahal perayaan seperti ini tak boleh dirayakan.Kita Cuma punya dua hari raya dalam Islam. Selain itu, terlarang !!.

* Pengantar Menuju Maksiat dan Zina

Acara Valentine Days mengantarkan seseorang kepada bentuk maksiat dan yang paling besarnya adalah bentuk perzinaan. Bukankah momen seperti ini (ValentineDays) digunakan untuk meluapkan perasaan cinta kepada sang kekasih, baik dengan cara memberikan hadiah, menghabiskan waktu hanya berdua saja? Bahkan terkadang sampai kepada jenjang perzinaan.

Allah -Subhanahu wa Ta’la- berfirman dalam melarang zina dan pengantarnya (seperti, pacaran, berduaan, berpegangan, berpandangan, dan lainnya),

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

"Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk". (QS. Al-Isra’ : 32)

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

لَايَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِاِمْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ

"Jangan sekali-sekali salah seorang kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali bersama mahram". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4935), dan Muslim dalam Shohih-nya (1241)] .

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

لَأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يِمَسَّ امْرَأَةً لَاتَحِلُّ لَهُ

"Demi Allah, sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, maka itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya". [HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (486). Di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahihah (226)]

* Menciptakan Hari Rari Raya

Merayakan Velentine Days berarti menjadikan hari itu sebagai hari raya. Padahal seseorang dalam menetapkan suatu hari sebagai hari raya, ia membutuhkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena menetapkan hari raya yang tidak ada dalilnya merupakan perkara baru yang tercela. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa saja yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami sesuatu yang tidak ada di dalamnya, maka itu tertolak” [HR. Al-Bukhariy dalam Shahih -nya (2697)dan Muslim dalam Shahih -nya (1718)]

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amalan tersebut tertolak”. [HR. Muslim dalam Shahih -nya (1718)]

Allah -Ta’ala- telah menyempurnakan agama Islam. Segala perkara telah diatur, dan disyari’atkan oleh Allah. Jadi, tak sesuatu yang yang baik, kecuali telah dijelaskan oleh Islam dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Demikian pula, tak ada sesuatu yang buruk, kecuali telah diterangkan dalam Islam. Inilah kesempurnaan Islam yang dinyatakan dalam firman-Nya,

"Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu". (QS.Al-Maidah :3 ).

Di dalam agama kita yang sempurna ini, hanya tercatat dua hari raya, yaitu: Idul Fitri dan Idul Adha. Karenanya, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengingkari dua hari raya yang pernah dilakukan oleh orang-orang Madinah. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda kepada para sahabat Anshor,
قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فِيْ الجَاهِلِيَةِ وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ النَّحَرِ وَيَوْمَ الْفِطْرِ

“Saya datang kepada kalian, sedang kalian memiliki dua hari, kalian bermain di dalamnya pada masa jahiliyyah. Allah sungguh telah menggantikannya dengan hari yang lebih baik darinya, yaitu: hari Nahr (baca: iedul Adh-ha), dan hari fithr (baca: iedul fatri)”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (1134), An-Nasa`iy dalam Sunan-nya (3/179), Ahmad dalam Al-Musnad (3/103. Lihat Shahih Sunan Abi Dawud (1134)] .

Syaikh Amer bin Abdul Mun’im Salim-hafizhahullah- berkata saat mengomentari hadits ini, "Jadi, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang mereka -dalam bentuk pengharaman- dari perayaan-perayaan jahiliyyah yang dikenal di sisi mereka sebelum datangnya Islam, dan beliau menetapkan bagi mereka dua hari raya yang sya’i, yaitu hari raya Idul Fithri, dan hari raya Idul Adh-ha. Beliau juga menjelaskan kepada mereka keutamaan dua hari raya ini dibandingkan peryaan-perayaan lain yang terdahulu ".[Lihat As-Sunan wa Al-Mubtada'at fi Al-Ibadat (hal.136), cet. Maktabah Ibad Ar-Rahman, 1425 H]

Sungguh perkara yang sangat menyedihkan, justru perayaan ini sudah menjadi hari yang dinanti-nanti oleh sebagian kaum muslimin terutama kawula muda. Parahnya lagi, perayaan Valentine Days ini adalah untuk memperingati kematian orang kafir (yaitu Santo Valentine). Perkara seperti ini tidak boleh, karena menjadi sebab seorang muslim mencintai orang kafir.

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 51 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary

TINGGALKAN DORAEMEON..!

Membongkar Kesesatan Doraemon Cs
19 December 2007 | Dilihat 1,141 kali

Anak-anak ibarat "kertas putih" yang dapat dituliskan apa saja pada dirinya. Pada masa anak-anak, apa saja yang dilihat dan didengar dapat membekas di dalam sanubarinya yang masih polos, jika telah terukir di dalam hatinya, akan tergambar dan tersalurkan jika kelak mereka menjadi dewasa.

Tidak dipungkiri lagi, banyak beredar kisah-kisah menarik yang dikemas sedemikian rupa agar disukai anak-anak; kebanyakannya termasuk kisah-kisah fiktif yang dibumbui dengan cerita-cerita kebohongan, syirik, kebobrokan akhlaq, dan gambar bernyawa.

Walhasil, kita dapat melihat betapa banyak anak-anak muslim yang lebih mengenal tokoh-tokoh fiktif hasil produksi orang-orang kafir daripada mengenal tokoh-tokoh muslim, seperti para sahabat, dan ulama’ Salaf; betapa banyak anak-anak muslim yang menghafal cerita-cerita khurafat dibandingkan kisah-kisah penuh ibroh (pelajaran) yang telah diceritakan dan diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya -Shollallahu ‘alaihi wasallam-

Ketika anak-anak bergerombol di depan televisi tak ada satu orang tua pun yang bergeming dan prihatin sikap anak-anaknya. Padahal apabila kita perhatikan, maka nasib anak-anak kita berada dalam kondisi memprihatinkan. Bagaimana tidak, sementara film-film kartun tersebut mengajarkan kepada mereka pelanggaran-pelanggaran syariat Allah dan Rasul-Nya -Shollallahu ‘alaihi wasallam-

Tulisan yang ada di depan Anda ini akan membongkar kesesatan, dan penyimpangan beberapa film kartun yang paling populer di tengah-tengah masyarakat yang menyesatkan dan meninabobokkan cikal bakal umat ini.

* Doraemon si Boneka Ajaib

Konon kabarnya, Doraemon bisa pergi menjelajah di masa lalu dan di masa yang akan datang. Katanya, ia dapat mengadakan sesuatu yang belum ada menjadi ada dengan "kantong ajaibnya". Dalam kartun, ia digambarkan sebagai tempat untuk dimintai segala sesuatu yang ghaib oleh temannya. Lihatlah bagaiman film kartun tersebut betul-betul menyimpang dari aqidah.

Segala sesuatu telah ditetapkan waktu dan ajalnya oleh Allah -Ta’ala-. Makhluk tak mampu mengatur waktu, baik itu memajukannya atau mengundurkannya. Makhluk tak akan mampu menyebrang dari zaman kekinian menuju zaman lampau atau sebaliknya.

Allah -Ta’ala- berfirman,

"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu. Maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya". (QS. Al-A’raaf: 34)

Kartun Doraemon telah mengajarkan aqidah (keyakinan) batil dalam benak anak-anak kita tentang adanya makhluk yang memiliki kemampuan yang menyamai Allah -Ta’ala- ; makhluk ini mampu mengadakan segala sesuatu yang belum ada menjadi ada. Padahal telah paten dalam Al-Qur’an dan Sunnah bahwa tak ada makhluk yang mampu melakukan segala sesuatu yang ia kehendaki, karena itu semua ada dalam kekuasaan Allah; itu hanyalah sifat yang dimiliki Allah. Dia berfirman,

"Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya". (QS. Al-Baqoroh:253)

" Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki". (QS.Huud :107)

Tak terasa si Doraemon pun mengajari anak kecil untuk meminta dan berdoa kepada selain Allah dalam perkara yang tak mampu dilakukan oleh seorang makhluk, hanya bisa dilakukan oleh Allah -Ta’ala- . Allah -Azza wa Jalla- berfirman,

"Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyeru (berdoa) kepada seseorangpun di dalamnya di samping Allah". (QS. Al-Jin:18 ).

Abu Abdillah Al-Qurthubiy-rahimahullah- berkata, "Firman Allah ini adalah celaan bagi orang-orang musyrikin saat mereka berdoa kepada selain Allah di samping Allah di Masjidil Haram. Mujahid berkata, "Dulu orang-orang Yahudi dan Nashrani, jika masuk ke gereja, dan kuil mereka, maka mereka mempersekutukan Allah (dalam beribadah). Maka Allah memerintahkan Nabi-Nya, dan kaum mukminin agar mereka memurnikan doanya hanya kepada Allah, jika mereka masuk ke semua masjid". [Lihat Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an (19/21)]

* Dragon Ball

Cerita ini dalam film ini banyak mengandung unsur kebatilan, seperti adanya penyembahan dewa-dewa seperti Dewa Emperor, Dewa Bumi, Dewa Gunung, Dewa Naga, dan lain-lain. Keyakinan ini seluruhnya berasal dari agama Budha, Hindu dan Shinto yang penuh dengan kebatilan dan kesesatan, sementara Allah hanyalah meridhoi Islam sebagai agama yang benar.

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imron : 19)

Mufassir ulung, Al-Imam Ibnu Katsir-rahimahullah- berkata, "Firman Allah -Ta’ala- tersebut merupakan pengabaran dari-Nya bahwa tak ada agama di sisi-Nya yang Dia terima dari seorang pun selain Islam, yaitu mengikuti para Rasul dalam perkara yang mereka diutus oleh Allah dengannya dalam setiap zaman sampai mereka (para rasul itu) ditutup dengan Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang telah menutup semua jalan menuju kepada-Nya, selain dari arah Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Barangsiapa yang setelah diutusnya Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menemui Allah dengan suatu agama yang tidak berdasarkan syari’atnya, maka agama itu tak akan diterima". [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim (1/471)]

Jadi, agama apapun selain Islam, seperti agama Buddha, Hindu, Shinto, dan lainnya, semuanya tak akan diterima oleh Allah, dan pelakunya akan merugi, karena kekafiran dirinya. Allah -Ta’ala- berfirman,



"Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (QS. Ali Imron: 85 )

Seorang Imam Ahli Tafsir, Abul Fadhl Mahmud Al-Alusiy-rahimahullah- berkata dalam menafsirkan ayat ini, "Allah -Ta’ala- menjelaskan bahwa barangsiapa yang–setelah diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memilih selain syari’at beliau, maka agama itu tak akan diterima darinya. Sedangkan diterimanya sesuatu adalah diridhoinya, dan diberikannya balasan bagi pelakunya atas perbuatan itu". [Lihat Ruh Al-Ma'aniy (3/215)]

Jika kita telah mengetahui kebatilan agama selain Islam, maka tak layak bagi kita dan anak-anak kita untuk berbangga, meniru, dan memuji orang-orang kafir itu, dan gaya hidup mereka, apalagi sampai memilih agama mereka sebagai pedoman hidup !! Jauhkanlah anak-anak kita dari orang-orang kafir, jangan sampai mereka bangga dengan orang-orang kafir. Bersihkanlah mulut dan telinga mereka dari istilah-istilah orang-orang kafir, dan paganisme dengan jalan membersihkan rumah kita dari benda pembawa petaka (televisi) yang berisi tayangan yang mendangkalkan, bahkan menghanguskan agama. Kita harus baro’ (berlepas diri) dari orang-orang kafir, dan sembahan-sembahan mereka,

"Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu, dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja". (QS. Al-Mumtahanah: 04).

Ayat ini mengajarkan kepada kita agar punya pendirian terhadap orang-orang kafir. Kita harus tegas dalam menampakkan keyakinan kita. Jangan malah kita yang bangga dan tertipu dengan kekafiran mereka, karena hanya sekedar kemajuan semu yang mereka capai di dunia ini. Allah -Ta’ala- berfirman,

"Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri-negeri". (QS.Ali Imran : 196).

Imam Para Ahli Tafsir, Abu Ja’far Ath-Thobariy-rahimahullah- berkata, "Allah -Ta’ala Dzikruh- melarang Nabi-Nya -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- agar jangan tertipu dengan bergerak (bebas)nya orang-orang kafir di negeri-negeri, dan penangguhan Allah bagi mereka, padahal mereka berbuat syirik, mengingkari nikmat-nikmat-Nya, dan beribadahnya mereka kepada selain-Nya". [Lihat Jami' Al-Bayan (3/557)]

Jadi, bebasnya mereka di muka bumi ini, dan majunya mereka dalam segala lini kehidupan jangan membuat kita tertipu dengan mereka, sehingga akhirnya tak lagi mengingkari kekafiran mereka, dan malah memilih sikap toleran bersama mereka dalam urusan agama (aqidah, ibadah, akhlaq, dan lainnya).
Sincan (Simbol Anak Durhaka)

Sincan adalah anak yang sering mendurhakai kedua orang tuanya, dia suka berbohong, mengeluarkan kata-kata yang kurang ajar kepada kedua orang tuanya, dan suka membuat orang tuanya marah dan jengkel. Jadi, jangan heran kalau banyak anak-anak yang meniru watak Sincan tersebut, karena telah terpengaruh oleh cerita kartun tersebut.

Allah -Ta’ala- berfirman,

"Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia". (QS. Al-Isroo’: 23 ).

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebutkan diantara dosa-dosa besar,

"Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua". Kemudian Beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam- duduk -sebelumnya bersandar- sambil bersabda, "Ingatlah, dan juga perkataan dusta". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2511), Muslim Shohih-nya (87), At-Tirmidziy Sunan-nya (1901), Ahmad Musnad-nya (20401)]

Abu Amr Ibnush Sholah-rahimahullah- berkata, "Mungkin bisa dikatakan, Taat kepada kedua orang tua adalah wajib dalam segala sesuatu yang bukan maksiat; menyelisihi perintah keduanya dalam hal itu adalah kedurhakaan". [Lihat Umdah Al-Qoriy (13/216)]

Jadi, termasuk dosa besar, jika seseorang mencela, membentak, merendahkan orang tuanya. Semua ini adalah bentuk-bentuk durhaka yang terlarang di dalam agama kita yang memiliki aturan yang amat sempurna !!

Inilah beberapa kesesatan film-film kartun tersebut. Namun kesalahan dan kesesatannya, sebenarnya masih banyak. Andaikan waktu dan tempat mencukupi, maka kami akan paparkan secara rinci sesuai tinjauan Al-Qur’an dan Sunnah. Tapi sesuatu yang tak bisa dikerja dominannya, ya jangan ditinggalkan semuanya. Semoga pada waktu yang lain kami akan bahas kembali, Insya Allah.

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 38 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201)

Memangkas Jimat, Meluruskan Keyakinan

Memangkas Jimat, Meluruskan Keyakinan

Konon kabarnya, nenek moyang bangsa Indonesia sebelum datangnya Islam ke nusantara adalah kaum paganisme dan animisme. Mereka mempercayai adanya kekuatan gaib pada sebagian makhluk dan benda-benda. Kepercayaan ini sudah berakar kuat pada mayoritas manusia pada zaman itu. Saking kuatnya keyakinan ini, tak heran jika kepercayaan seperti ini masih tersisa dan memiliki pengaruh pada sebagian besar masyarakat muslim di era moderen ini.

Adanya keyakinan kepada benda-benda masih terlihat di masyarakat, akibat pengaruh paganisme dan animisme. Lihatlah, sebagian masyarakat kita masih mempertahankan ajaran kejawen yang berisi keyakinan-keyakinan batil, walaupun ia telah masuk Islam. Di Sulsel sendiri masih ada sekelompok manusia yang masih mempertahankan keyakinan mereka yang sarat dengan keyakinan paganisme dan animisme; mereka istilahkan dengan "attau riolongeng" (adat istiadat nenek moyang), seperti memperingati dan merayakan hari kematian (haulan) seseorang, mempercayai kekuatan benda-benda, meyakini hari-hari tertentu sebagai hari bahagia atau hari celaka, mempersembahkan sesuatu kepada penjaga (bau rekso) yang ada di suatu tempat menurut keyakinan batil mereka.

Banyak macam dan ragam dari ajaran-ajaran batil menyusup ke dalam agama Allah disebabkan sebagian orang yang mengaku muslim tak mau melepas ajaran nenek moyangnya yang batil lagi menyimpang. Lantaran itu, timbullah keyakinan bahwa jimat mempunyai pengaruh bagi kebahagian dan kecelakaan bagi seseorang.

Fenomena yang terjadi di zaman sekarang hanyalah sejarah yang berulang dari zaman ke zaman. Hanya terkadang bentuk dan istilahnya yang beragam. Di zaman Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sendiri pernah terjadi hal dan keyakinan seperti ini pada sebagian sahabat yang masuk Islam. Namun Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- tak mendiamkan hal itu, beliau langsung menegur dan meluruskannya.

Sahabat Abu Basyir Al-Anshoriy -radhiyallahu anhu- berkata bahwa,

أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ, فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَسُولاً: أَنْ لَا يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيرٍ قِلَادَةٌ مِنْ وَتَرٍ أَوْ قِلَادَةٌ إِلَّا قُطِعَتْ

"Dia pernah bersama Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pada sebagian safar beliau. Kemudian Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- mengutus seorang utusan untuk menyampaikan pesan, "Jangan lagi tersisa kalung yang terbuat dari tali busur ataukah kalung apa saja pada leher onta, kecuali diputuskan". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (3005), dan Muslim dalam Shohih-nya (2115)]

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang para sahabat untuk mengikuti kebiasaan orang-orang jahiliyah, yaitu kebiasaan menggantungkan tali pada pada hewan-hewan tunggangan sebagai jimat yang bisa menolak bala’ dan penyakit menurut keyakinan mereka yang batil. Sebab mereka (orang-orang jahiliyah) meyakini bahwa jika ia menggantungkan seutas tali busur pada leher hewan, maka ia akan terhindar dari penyakit. Ini adalah keyakinan jahiliyah!!

Abul Qosim Al-Azhariy -rahimahullah- berkata, "Konon kabarnya, orang-orang jahiliyah dahulu mengalungkan tali busur pada hewan (sebagai jimat) untuk mencegah ain (sejenis penyakit yang timbul karena pengaruh mata). Akhirnya merekapun dilarang. Adapun mengalungkan tali pada leher binatang untuk keindahan (hiasan), maka hal itu tak mengapa". [Lihat Al-Muntaqo Syarh Al-Muwaththo' (4/351), karya Abul Walid Al-Bajiy]

Keyakinan jahiliyah seperti ini telah dihapuskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Oleh karena itu, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang dan mengingatkan akan dosa dan bahaya menggantung jimat pada badan, rumah, mobil, dan lainnya. Menggantungkan dan memakai jimat termasuk kesyirikan yang bertentangan dengan inti ajaran Islam, yakni tauhid. Sebab seorang yang memakai jimat pasti meyakini bahwa jimat itulah yang menyebabkan ia terhindar dari penyakit dan bala’. Jadi, menurut keyakinan ini bahwa ada makhluk yang mampu menjaga dan melindungi seseorang dari penyakit di samping Allah -Ta’ala-. Jelas ini adalah syirik.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ [ أخرجه أبو داود ( 3883 ) و ابن ماجه ( 3530 ) و ابن حبان ( 1412 ) و أحمد ( 1 / 381 ),وصححه الألباني في الصحيحة (رقم:331 و2972)]

"Sesungguhnya mantra-mantra, jimat, dan guna-guna (pelet) adalah kesyirikan". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (1/381), Abu Dawud dalam Sunan-nya (3883), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (3530), dan Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (1412), dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (4/217 & 418). Syaikh Al-Albaniy men-shohih-kan hadits ini dalam Ash-Shohihah (331 & 2972)]

Jampi-jampi (ruqyah) jika berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah, maka itu adalah perkara yang boleh dan disyari’atkan dalam Islam. Adapun apabila ruqyah (jampi) yang biasa kita sebut dengan "mantra-mantra" yang berisi doa kepada selain Allah, maka ini adalah ruqyah yang terlarang. Demikian pula, bila ruqyah-nya berasal dari kata-kata yang tidak bisa dipahami maknanya, maka ini juga terlarang, sebab dikhawatirkan di dalamnya terdapat kata-kata kafir atau syirik. [Lihat At-Tamhid (hal. 108) oleh Syaikh Sholih At-Tamimiy, 1423 H]

Adapun masalah jimat dan guna-guna, maka permasalahannya jelas; keduanya terlarang dalam agama kita, sebab dalam pemakaian jimat terdapat ketergantungan dan keyakinan kepada selain Allah. Sedang ini adalah syirik (menduakan Allah). Sementara guna-guna adalah sihir yang digunakan untuk merukunkan seseorang dengan pasangannya atau sebaliknya. Sihir sendiri telah jelas haram dalam Islam secara mutlak. Anda jangan tertipu dengan sebagian orang yang menyatakan ini sihir hitam, dan itu sihir putih. Ketahuilah ini adalah tipuan setan, sebab semua sihir, apapun namanya tetaplah hitam. Mengapa demikian? Sebab semua sihir adalah perkara yang diharamkan dalam agama Allah. Al-Imam Syamsul Haqq Al-Azhim Abadiy -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan sebabnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang untuk menggunakan jimat, "Demikian itu karena mereka (orang-orang jahiliyah) dahulu mengikatkan tali dan kalung-kalung tersebut sebagai jimat. Mereka menggantungkan pada tali itu mantra-mantra (rajah-rajah), sedang mereka menyangka bahwa jimat-jimat itu bisa melindungi mereka dari berbagai macam penyakit. Karenanya, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang mereka dari menggunakan jimat-jimat, dan memberitahukan mereka bahwa jimat-jimat itu tidak bisa menolak keputusan (taqdir) Allah sedikitpun". [Lihat Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abi Dawud (5/151)]

Seorang yang menggunakan jimat termasuk orang yang berbuat syirik. Oleh karena itu, Allah tidak akan memberikannya pertolongan dan kesembuhan. Allah akan membiarkannya dan meninggalkannya, tanpa penolong. Isa bin Abdir Rahman Al-Anshoriy berkata, "Aku pernah masuk menemui Abdullah bin Ukaim Abu Ma’bad Al-Juhaniy untuk menjenguk beliau, sedang pada beliau terdapat penyakit pembengkakan (sejenis tho’un). Kami katakan, "Kenapa anda tidak menggantung sesuatu (yakni, jimat)?". Beliau menjawab, "Kematian lebih dekat dari hal itu. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah bersabda,

مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ [ أخرجه أحمد في مسنده (4/310 & 311) الترمذي في سننه (2073), والحاكم في المستدرك على الصحيحين (4/216), وحسنه الألباني في غاية المرام (297)]

"Barangsiapa menggantungkan sesuatu (yakni, jimat), maka ia akan dibiarkan kepada sesuatu itu". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/310 & 311), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2073),dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrok ala Ash-Shohihain (4/216). Syaikh Al-Albaniy meng-hasan-kan hadits ini dalam Ghoyah Al-Marom (297)]

Ibnul Atsir Al-Jazariy -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan makna hadits di atas, "Maksudnya, barangsiapa yang menggantungkan sesuatu pada dirinya berupa rajah-rajah, jimat-jimat, dan sejenisnya, sedang ia meyakini bahwa hal-hal itu bisa mendatangkan manfaat baginya atau menolak gangguan (bala’) darinya". [Lihat An-Nihayah fi Ghoribil Hadits (3/556)]

Menggunakan jimat, baik pada badan, rumah, maupun yang lainnya termasuk dosa besar di sisi Allah dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-. Tak heran bila Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah berlepas diri dari orang yang menggunakan jimat. Ruwaifi’ bin Tsabit -radhiyallahu anhu- berkata,

عن رويفع قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رُوَيْفِعُ لَعَلَّ الْحَيَاةَ سَتَطُولُ بِكَ بَعْدِي فَأَخْبِرْ النَّاسَ أَنَّهُ مَنْ عَقَدَ لِحْيَتَهُ أَوْ تَقَلَّدَ وَتَرًا أَوْ اسْتَنْجَى بِرَجِيعِ دَابَّةٍ أَوْ عَظْمٍ فَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُ بَرِيءٌ [أخرجه أحمد في مسنده (4/108-109)أبو داود في سننه - (36), والنسائي في سننه (4981), وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير (رقم: 7910)]

"Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah bersabda kepadaku, "Wahai Ruwaifi’, barangkali umurmu akan panjang setelahku. Karenanya, kabarilah manusia bahwa barangsiapa yang memilin jenggotnya atau mengalungkan tali (yakni, jimat) atau ia cebok dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang, maka sesungguhnya Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- berlepas diri darinya". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/108 & 109), Abu Dawud dalam As-Sunan (36), dan An-Nasa'iy dalam As-Sunan (4981). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami' Ash-Shoghier (7910)]

Berlepas dirinya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dari orang yang menggantungkan dan menggunakan jimat menunjukkan besarnya permasalahan jimat. Lantaran itu, sebagian ulama menjelaskan bahwa seorang terkadang yang memakai jimat keluar dari Islam, bila ia meyakini bahwa jimat itu yang menolak bala’ atau mendatangkan manfaat. Adapun bila ia memakai jimat, dan menyangka bahwa jimat itu adalah sebab Allah menolak bala’ darinya, maka ini juga syirik. Hanya saja tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam. Pengingkaran Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- atas orang-orang yang memakai jimat adalah perkara masyhur di kalangan salaf. Seorang Pembesar Ulama Tabi’in, Abu Sulaiman Zaid bin Wahb Al-Juhaniy Al-Kufiy -rahimahullah- berkata,

اِنْطَلَقَ حُذَيْفَةُ إِلَى رَجُلٍ مِنَ النَّخَعِ يَعُوْدُهُ ، فَانْطَلَقَ وَانْطَلَقْتُ مَعَهُ ، فَدَخَلَ عَلَيْهِ وَدَخَلْتُ مَعَهُ ، فَلَمِسَ عَضُدَهُ فَرَأَى فِيْهِ خَيْطًا فَأَخَذَهُ فَقَطَعَهُ ، ثُمَّ قَالَ : لَوْ مُتَّ وَهَذَا فِيْ عَضُدِكَ مَا صَلَّيْتُ عَلَيْكَ [أخرجه ابن أبي شيبة في مصنفه (ج 5 / ص 427) بسند صحيح ]

"Hudzaifah pernah pergi kepada seseorang dari Nakho’ untuk menjenguknya. Beliau pergi, dan akupun pergi bersamanya. Kemudian beliau masuk menemui orang itu, dan akupun masuk bersamanya. Beliau pun menyentuh lengan orang itu. Tiba-tiba beliau melihat padanya seutas benang. Akhirnya beliau mengambil dan memutuskannya seraya berkata, "Andaikan engkau mati, sedang benang ini ada pada lenganmu, maka aku tidak akan menyolatimu". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (5/427), dengan sanad yang shohih]

Ibrahim bin Yazid An-Nakho’iy -rahimahullah- berkata,

كَانُوْا يَكْرَهُوْنَ التَّمَائِمَ كُلَّهَا ، مِنَ الْقُرْآنِ وَغَيْرِ الْقُرْآنِ. [أخرجه ابن أبي شيبة في مصنفه (ج 5 / ص 428), و القاسم بن سلام في فضائل القرآن (ج 2 / ص 272/رقم 704), وصححه الألباني في تحقيق الكلم (ص 45)]

"Dahulu mereka –yakni, para sahabat- membenci semua jimat-jimat, baik yang terbuat dari AL-Qur’an, maupun selainnya". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (5/428), dan Abu Ubaid Al-Qosim Ibnu Sallam dalam Fadho'il Al-Qur'an (2/272/no. 704). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Tahqiq Al-Kalim (hal. 45)]

Demikian pengingkaran para sahabat yang mulia, diantaranya Hudzaifah Ibnul Yaman -radhiyallahu anhu-. Pengingkaran ini bukan hanya berasal dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat, bahkan generasi setelahnya terus melakukan pengingkaran atas para pemakai jimat. Muhammad bin Suqoh Al-Ghonawiy -rahimahullah- berkata,

أَنَّ سَعِيْدَ بْنَ جُبَيْرٍ رَأَى إِنْسَانًا يَطُوْفُ بِالْبَيْتِ فِيْ عُنُقِهِ خَرَزَةٌ فَقَطَعَهَا [أخرجه ابن أبي شيبة في مصنفه (ج 5 / ص 428) بسندٍ صحيحٍ]

"Sa’id bin Jubair (seorang tabi’in) pernah melihat seseorang yang melakukan thawaf di Baitullah, sedang di lehernya terdapat permata (yakni, jimat). Akhirnya beliau memutuskannya". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (5/428) dengan sanad shohih] Jimat walapun terbuat dari Al-Qur’an, maka ia juga terlarang, karena tak ada contohnya dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, dalil umum menunjukkan pelarangan semua jenis jimat, dan boleh jadi seorang akan membawanya ke toilet, padahal di dalamnya terdapat ayat atau dzikrullah. Selain itu, Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang digantung, tapi ia adalah bacaan.

Al-Qodhi Abu Bakr Ibnul Arobiy -rahimahullah- berkata dalam Aridhoh Al-Ahwadziy, "Menggantungkan Al-Qur’an (sebagai jimat) bukanlah jalan sunnah (petunjuk). Hanyalah sunnah itu pada Al-Qur’an adalah dzikir (membacanya), tanpa menggantungnya". [Lihat Hasyiyah An-Nasa'iy (5/421) oleh As-Sindiy]

Jumat, 29 Januari 2010

KAJIAN RUTIN SHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

HADIRILAH KAJIAN RUTIN BERSAMA USTADZ JAUHARI Lc PENGASUH MA'HAD AL MADINAH BOYOLALI DI MASJID NURUL ISLAM BOYOLALI SETIAP AHAD MALAM MEMBAHAS KITAB : TAYSIRUL 'ALAM DAN TAFSIR JUZ'AMA

KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM [1]

Penulis membahas masalah ini, karena orang-orang yang tidak senang kepada Islam dan orang-orang bodoh menganggap bahwa Islam merendahkan martabat wanita. Hal ini berkaitan dengan dianjurkannya wanita berada di rumah, wajibnya mereka memakai jilbab, wajibnya mereka melayani suami, diterimanya persaksian dua orang wanita sedangkan laki-laki cukup seorang saja, hak waris wanita separuh dari hak laki-laki, atau ketidak-senangan mereka hanya disebabkan Islam membolehkan seorang laki-laki ta’addud (poligami/ beristeri lebih dari satu). Padahal dengan dibolehkannya poligami jutru mengangkat martabat wanita.

Bagaimana pun, seorang wanita yang bersuami lebih baik daripada wanita yang hidup sebagai perawan tua, hidup menjanda, atau bahkan bergelimang dengan dosa lagi menghinakan diri dengan hidup melacur. Bahkan, ada wanita yang jahat dan zhalim mengatakan kepada suaminya, “Lebih baik engkau berzina/melacur daripada aku dimadu.” Na’udzu billaahi min dzalik.

Dalam Islam, seorang laki-laki jutru lebih baik dan mulia jika ia menikah lagi (berpoligami) daripada ia berzina/melacur. Karena zina adalah perbuatan keji dan sejelek-jelek jalan. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” [Al-Israa' : 32]

Sedangkan keberadaan pelacuran dan wanita tuna susila (pelacur) justru merendahkan dan melecehkan martabat wanita, juga sebagai bentuk penghinaan kepada wanita serta menjerumuskan mereka ke Neraka.

Di muka bumi ini tidak ada agama yang sangat memperhatikan dan mengangkat martabat kaum wanita selain Islam. Islam memuliakan wanita dari sejak ia dilahirkan hingga ia meninggal dunia.

Islam benar-benar telah mengangkat harkat dan martabat kaum wanita dan memuliakannya dengan kemuliaan yang belum pernah dilakukan oleh agama lain. Wanita dalam Islam merupakan saudara kembar laki-laki; sebaik-baik mereka adalah yang terbaik bagi keluarganya. Wanita muslimah pada masa bayinya mempunyai hak disusui, mendapatkan perhatian dan sebaik-baik pendidikan dan pada waktu yang sama ia merupakan curahan kebahagiaan dan buah hati bagi kedua ibu dan bapaknya serta saudara laki-lakinya.

Apabila wanita telah memasuki usia remaja, ia dimuliakan dan dihormati. Walinya cemburu karenanya, ia meliputinya dengan penuh perhatian, maka ia tidak rela kalau ada tangan jahil menyentuhnya, atau rayuan-rayuan lidah busuk atau lirikan mata (pria) mengganggunya.

Dan apabila ia menikah, maka hal itu dilaksanakan dengan kalimatullah dan perjanjian yang kokoh. Maka ia tinggal di rumah suami dengan pendamping setia dan kehormatan yang terpelihara, suami berkewajiban menghargai dan berbuat baik (ihsan) kepadanya dan tidak menyakiti fisik maupun perasaannya.

Apabila ia telah menjadi seorang ibu, maka (perintah) berbakti kepadanya dinyatakan berbarengan dengan hak Allah, kedurhakaan dan perlakuan buruk terhadapnya selalu diungkapkan berbarengan dengan kesyirikan kepada Allah dan perbuatan kerusakan di muka bumi.

Apabila ia adalah sebagai saudara perempuan, maka dia adalah orang yang diperintahkan kepada saudaranya untuk dijalin hubungan silaturrahim, dimuliakan dan dilindungi.

Apabila ia sebagai bibi, maka kedudukannya sederajat dengan ibu kandung di dalam mendapatkan perlakuan baik silaturrahim.

Apabila ia sebagai nenek atau lanjut usianya, maka kedudukan dan nilainya bertambah tinggi di mata anak-anak, cucu-cucunya dan seluruh kerabat dekatnya. Maka permintaannya hampir tidak pernah ditolak dan pendapatnya tidak diremehkan.

Apabila ia jauh dari orang lain, jauh dari kerabat atau pendampingnya maka dia memiliki hak-hak Islam yang umum, seperti menahan diri dari perbuatan buruk terhadapnya, menahan pandangan mata darinya dan lain-lain.

Masyarakat Islam masih tetap memelihara hak-hak tersebut dengan sebaik-baiknya sehingga wanita benar-benar memiliki nilai dan kedudukan yang tidak akan ditemukan di dalam masyarakat non muslim.

Lebih dari itu, wanita di dalam Islam memiliki hak kepemilikan, penyewaan, jual beli, dan segala bentuk transaksi, dan juga mempunyai hak untuk belajar dan mengajar selagi tidak bertentangan dengan agamanya. Bahkan di antara ilmu syar’i itu ada yang bersifat fardhu ‘ain -berdosa bila diabaikan- baik oleh laki-laki atau pun wanita.

Dia juga memiliki hak-hak yang sama dengan kaum laki-laki, kecuali beberapa hak dan hukum yang memang khusus bagi kaum wanita, atau beberapa hak dan hukum yang khusus bagi kaum laki-laki yang layak bagi masing-masing jenis sebagaimana dijelaskan secara rinci di dalam bahasan-bahasannya.

Di antara penghargaan Islam kepada wanita adalah bahwasanya Islam memerintahkan kepadanya hal-hal yang dapat memelihara, menjaga kehormatannya dan melindunginya dari lisan-lisan murahan, pandangan mata pengkhianat dan tangantangan jahat. Maka dari itu, Islam memerintahkan kepadanya berhijab dan menutup aurat, menghindari perbuatan tabarruj (berhias diri untuk umum), menjauh dari perbauran dengan laki-laki yang bukan mahramnya dan dari setiap hal yang dapat menyeret kepada fitnah.

Termasuk penghargaan Islam kepada wanita adalah bahwasanya Islam memerintahkan kepada suami agar menafkahinya, mempergaulinya dengan baik, menghindari perbuatan zhalim dan tindakan menyakiti fisik atau perasaannya.

Bahkan termasuk dari keindahan ajaran Islam bahwasanya Islam memperbolehkan bagi kedua suami-isteri untuk berpisah (bercerai) bila tidak ada kesepakatan dan tidak dapat hidup bahagia bersamanya. Maka, suami boleh menceraikannya setelah gagal melakukan berbagai upaya ishlah (damai), dan di saat kehidupan keduanya menjadi bagaikan api Neraka yang tidak dapat dipertahankan.

Dan Islam memperbolehkan isteri meninggalkan suaminya jika suami melakukan penganiayaan terhadap dirinya, memperlakukannya dengan buruk. Maka dalam keadaan seperti itu isteri boleh meninggalkannya dengan syarat membayar ganti rugi yang disepakati bersama suami, atau melakukan kesepakatan bersama atas hal tertentu untuk kemudian isteri bisa meninggalkannya.

Termasuk penghargaan Islam kepada wanita adalah bahwasanya laki-laki diperbolehkan berpoligami, yaitu nikah lebih dari satu isteri. Laki-laki boleh menikah dengan dua, tiga atau empat isteri dan tidak boleh lebih dari itu, dengan syarat berlaku adil dalam memberikan nafkah sandang, pangan, dan tempat tinggal di antara mereka; dan kalau suami cukup menikah dengan satu isteri saja, maka itu adalah haknya.

Itu semua, sesungguhnya berpoligami itu mempunyai hikmah yang sangat besar dan banyak maslahatnya yang tidak diketahui oleh orang-orang yang menjelek-jelekkan Islam, sementara mereka bodoh tidak mengerti hikmah di balik pensyari’atan ajaran-ajarannya.

Di antara hal-hal yang mendukung hikmah di balik diperbolehkannya berpoligami adalah sebagai berikut:

1). Sesungguhnya Islam melarang perzinaan dan sangat keras dalam mengharamkannya, karena perzinaan dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan fatal yang tidak terhitung jumlahnya, di antaranya adalah: kaburnya masalah keturunan (nasab), membunuh sifat malu, menodai dan menghapus kemuliaan dan kehormatan wanita; karena zina akan meliputinya dengan kehinaan yang tiada batasnya, bahkan kehinaan dan noda akan menimpa keluarga dan kerabat dekatnya.

Di antara bahaya zina adalah bahwasanya zina merupakan tindakan pelecehan terhadap janin yang diperoleh dari hasil perzinaan, karena ia akan hidup dengan nasab yang terputus.

Termasuk bahaya zina: berbagai penyakit mental dan jasmani yang timbul sebagai akibat dari perbuatan terkutuk itu, yang sulit ditanggulangi, bahkan kadang sampai mengancam jiwa pezina, seperti Sipilis, Gonorheo, Aids dan lain sebagainya.

Ketika Islam mengharamkan zina dan dengan keras mengharamkannya, ia juga membuka lebar pintu yang sah (masyru’) dimana seseorang dapat merasakan ketentraman, kedamaian, dan keleluasaan, yaitu nikah.

Jadi Islam mengajarkan nikah dan memperbolehkan poligami sebagaimana disinggung di atas.

Tidak diragukan lagi bahwasanya melarang poligami adalah tindakan kezhaliman terhadap laki-laki dan wanita. Melarang poligami akan membuka lebar pintu perzinahan, karena kuantitas (jumlah) kaum wanita lebih besar daripada kuantitas kaum pria di setiap masa dan tempat.

Hal itu akan lebih jelas lagi pada masa seringnya terjadi peperangan. Maka, membatasi laki-laki menikah dengan satu isteri dapat berakibat pada adanya jumlah besar dari kaum wanita yang hidup tanpa suami yang pada gilirannya akan menyebabkan kesulitan, kesempitan, dan ketidakpastian bagi mereka, bahkan kadang bisa menjerumuskan ke dalam lembah penjualan kehormatan dan kesucian diri, tersebarnya perzinahan dan kesia-siaan anak keturunan.

2). Sesungguhnya nikah itu bukan kenikmatan jasadi (fisik) semata, akan tetapi dibalik itu terdapat ketentraman dan kedamaian jiwa, di samping kenikmatan mempunyai anak. Dan anak di dalam Islam tidak seperti anak dalam sistem-sistem kehidupan buatan lainnya, karena kedua ibu bapaknya mempunyai hak atas anak. Apabila seorang wanita dikarunia beberapa anak, lalu ia dididik dengan sebaik-baiknya, maka mereka menjadi buah hati dan penghibur baginya. Maka pilihan mana yang terbaik bagi wanita; hidup di bawah lindungan suami yang melindungi, mendampingi dan memperhatikannya serta dikaruniai anak-anak yang apabila dididik dengan baik akan menjadi buah dan penghibur hati baginya, atau memilih hidup sebatang kara dengan nasib tiada menentu lagi terpontang-panting kesana-kemari?!

3). Sesungguhnya pandangan Islam adalah pandangan yang adil lagi seimbang.
Islam memandang kepada wanita secara keseluruhan dengan adil, dan pandangan yang adil itu mengatakan bahwa sesungguhnya memandang kepada wanita secara keseluruhan dengan mata keadilan.

Bila begitu, lalu apa dosa wanita-wanita ‘awanis (membujang hingga lewat usia nikah) yang tidak punya suami? Kenapa tidak dilihat dengan mata yang penuh kasih sayang kepada wanita menjanda karena ditinggal mati suaminya, sedangkan ia masih pada usia produktif? Kenapa tidak melihat dan memperhatikan kepada wanita yang sangat banyak jumlahnya yang hidup tanpa suami?!

Yang mana yang lebih baik bagi wanita: Hidup dengan senang di bawah lindungan suami bersama wanita (isteri, madu) yang lain, sehingga dengan begitu ia merasakan kedamaian dan ketentraman jiwa, ia temukan orang yang memperhatikannya dan mendapat karunia anak karenanya, ataukah hidup seorang diri tanpa suami sama sekali??!!

Mana yang lebih baik bagi masyarakat: Adanya sebagian kaum pria yang berpoligami hingga masyarakat terhindar dari beban gadis-gadis tua, atau tidak seorang pun berpoligami sehingga mengakibatkan masyarakat berlumur dengan berbagai kehancuran dan kerusakan??!!

Mana yang lebih baik: Seseorang mempunyai dua, tiga atau empat isteri? Atau cukup dengan satu isteri saja dengan puluhan wanita simpanan di balik itu semua?!

4). Berpoligami itu tidak wajib hukumnya. Maka dari itu banyak laki-laki muslim yang tidak melakukan poligami karena merasa puas dengan satu isteri, dan karena ia merasa tidak akan dapat berlaku adil (bila berpoligami). Oleh karena itu, ia tidak perlu berpoligami.

5). Sesungguhnya tabi’at dan naluri kaum wanita itu sangat berbeda dengan tabi’at dan naluri kaum pria; hal itu bila dilihat dari sudut kesiapannya untuk digauli. Wanita tidak selalu siap untuk digauli pada setiap waktu, karena wanita harus melalui masa haidh hingga sampai sepuluh hari atau dua pekan pada setiap bulannya yang menjadi penghalang untuk digauli.

Pada masa nifas (setelah melahirkan) juga ada penghalang hingga biasanya mencapai 40 hari. Melakukan hubungan suami-isteri (hubungan intim) pada kedua masa tersebut dilarang secara syar’i, karena banyak mengandung resiko yang membahayakan yang sudah tidak diragukan lagi.

Pada masa kehamilan, kesiapan wanita untuk dicampuri suaminya kadang melemah. Dan demikian selanjutnya.

Sedangkan kaum laki-laki kesiapannya selalu stabil sepanjang bulan dan tahun (waktu) dan ada sebagian laki-laki yang jika dihalanghalangi untuk berpoligami akan terjerumus ke dalam perzinahan.

6). Adakalanya sang isteri mandul tidak dapat menurunkan anak sehingga suami tidak dapat menikmati bagaimana punya anak. Daripada ia menceraikan isterinya lebih baik ia menikah lagi dengan wanita lain yang subur.

Mungkin ada yang bertanya: Apabila suami mandul sedangkan isteri normal, apakah isteri mempunyai hak untuk berpisah?

Jawabnya: Ya, ia berhak untuk itu jika menghendakinya.

7). Adakalanya isteri mengidap penyakit tahunan, seperti lumpuh atau lainnya sehingga tidak mampu untuk melakukan tugas mendampingi suami. Maka, daripada menceraikannya, lebih baik tetap bersamanya dan menikah lagi dengan wanita yang lain.

8). Adakalanya tingkah laku isteri buruk. Seperti berperangai jahat, berakhlak buruk (tidak bermoral) tidak menjaga hak-hak suaminya. Daripada menceraikannya lebih baik tetap bersamanya dan menikah dengan wanita yang lain lagi sebagai penghargaan kepada isteri pertama dan menjaga hak-hak keluarganya serta menjaga kemaslahatan anak-anak jika telah punya anak darinya.

HAKIKAT JIHAD

Hakikat Jihad



Oleh
Ustadz Abu Qatadah



Jihad merupakan puncak kekuatan dan kemuliaan Islam. Orang yang berjihad akan menempati kedudukan yang tinggi di surga, sebagaimana juga memiliki kedudukan yang tinggi di dunia

Secara umum, hakikat jihad mempunyai makna yang sangat luas. Yaitu, berjihad melawan hawa nafsu, berjihad melawan setan, dan berjihad melawan orang-orang fasik dari kalangan ahli bid’ah dan maksiat. Sedangkan menurut syara’ jihad adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk memerangi orang kafir. [Lihat Fathul Bari 6/77]

Sehingga dapat disimpulkan, jihad itu meliputi empat bagian :
Pertama : Jihad melawan hawa nafsu
Kedua : Jihad melawan setan
Ketiga : Berjihad melawan orang-orang fasik, pelaku kezhaliman, pelaku bid’ah dan pelaku kemungkaran.
Keempat : Jihad melawan orang-orang munafik dan kafir

Jihad melawan hawa nafsu, meliputi empat masalah :
Pertama : Berjihad melawan hawa nafsu dalam mencari dan mempelajari kebenaran agama yang haq.
Kedua : berjihad melawan hawa nafsu dalam mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
Ketiga : Berjihad melawan hawa nafsu dalam mendakwahkan ilmu dan agama yang haq.
Keempat : Berjihad melawan hawa nafsu dengan bersabar dalam mencari ilmu, beramal dan dalam berdakwah.

Adapun berjihad melawan setan dapat dilakukan dengan dua cara :
Pertama : Berjihad melawan setan dengan menolak setiap apa yang dilancarkan setan yang berupa syubhat dan keraguan yang dapat mencederai keimanan
Kedua : Berjihad melawan setan dengan menolak setiap apa yang dilancarkan setan dan keinginan-keinginan hawa nafsu yang merusak.

Sedangkan berjihad melawan orang-orang fasik, pelaku kezhaliman, pelaku bid’ah dan pelaku kemungkaran, meliputi tiga tahapan. Yaitu dengan tangan apabila mampu. Jika tidak mampu, maka dengan lisan. Dan jika tidak mampu juga, maka dengan hati, yang setiap kaum muslimin wajib melakukannya. Yaitu dengan cara membenci mereka, tidak mencintai mereka, tidak duduk bersama mereka, tidak memberikan bantuan terhadap mereka, dan tidak memuji mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Tiga perkara ; barangsiapa yang pada dirinya terdapat tiga perkara ini, maka dia akan mendapatkan kelezatan iman ; Allah dan RasulNya lebih dicintai daripada yang lainnya, ia mencintai seseorang hanya karena Allah dan dia benci kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam neraka” [HR Bukhari dan Muslim]

“Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan tidak memberi karena Allah, maka dia berarti telah sempurna imannya” [HR Abu Dawud]

“Barangsiapa membuat perkara yang baru atau mendukung pelaku bid’ah, maka dia terkena laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia” [HR Bukhari dan Muslim]

Berjihad melawan orang fasik dengan lisan merupakan hak orang-orang yang memiliki ilmu dan kalangan para ulama yaitu dengan cara menegakkan hujjah dan membantah hujjah mereka, serta menjelaskan kesesatan mereka, baik dengan tulisan ataupun dengan lisan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan : “Yang membantah ahli bid’ah adalah mujahid” [Lihat Al-Fatawa 4/13]

Syaikhul Islam juga mengatakan : “Apabila seorang mubtadi menyeru kepada aqidah yang menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah, atau menempuh manhaj yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, dan dikhawatirkan akan menyesatkan manusia, maka wajib untuk menjelaskan kesesatannya, sehingga orang-orang terjaga dari kesesatannya dan mereka mengetahui keadaannya” [Lihat Al-Fatawa 28/221]

Oleh karena itu, membantah ahli bid’ah dengan hujjah dan argumentasi, menjelaskan yang haq, serta menjelaskan bahaya aqidah ahli bid’ah, merupakan sesuatu yang wajib, untuk membersihkan ajaran Allah, agamaNya, manhajNya, syari’atNya. Dan berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, menolak kejahatan dan kedustaan ahli bid’ah merupakan fardu kifayah. Karena seandainya Allah tidak membangkitkan orang yang membantah mereka, tentulah agama itu akan rusak. Ketahuilah, kerusakan yang ditimbulkan dari perbuatan mereka, lebih berbahaya daripada berkuasanya orang kafir. Karena kerusakan orang kafir dapat diketahui oleh setiap orang, sedangkan kerusakan pelaku bid’ah hanya diketahui oleh orang-orang alim.

Adapun berjihad melawan orang fasik dengan tangan, maka ini menjadi hak bagi orang-orang yang memiliki kekuasaan atau Amirul Mukminin, yaitu dengan cara menegakkan hudud (hukuman) terhadap setiap orang yang melanggar hukum-hukum Allah dan RasulNya. Sebagaimana pernah dilakukan Abu Bakar dengan memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat, Ali bin Abi Thalib memerangi orang-orang Khawarij dan orang-orang Syi’ah Rafidhah.

Bagaimana dengan berjihad melawan orang-orang munafik dan kafir ? Al-Imam Ibnu Qayyim menyatakan, jihad memerangi orang kafir adalah fardhu ‘ain ; dia berjihad dengan hatinya, atau lisannya, atau dengan hartanya, atau dengan tangnnya ; maka setiap muslim berjihad dengan salah satu di antara jenis jihad ini. [Lihat Zadul Ma’ad 3/64]

Akan tetapi, berjihad memerangi orang kafir dengan tangan hukumnya fardhu kifayah, dan tidak menjadi fardhu ‘ain, kecuali jika terpenuhi salah satu dari empat syarat berikut ini :

Pertama : Apabila dia berada di medan pertempuran.
Kedua : Apabila negerinya diserang musuh.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan ; “Apabila musuh telah masuk menyerang sebuah negara Islam, maka tidak diragukan lagi, wajib bagi kaum muslimin untuk mempertahankan negaranya dan setiap negara yang terdekat, kemudian yang dekat, karena negara-negara Islam adalah seperti satu negara” (Al-Ikhtiyarat : 311) Jihad ini dinamakan Jihad Difa’.
Ketiga : Apabila diperintah oleh Imam (Amirul Mukminin) untuk berperang.
Keempat : Apabila dibutuhkan, maka jihad menjadi wajib. [Lihat al-Mughni, Al-Majmu’, Zaadul Mustaqni]

Adapun disyariatkan jihad melawan orang kafir (dengan tangan), melalui tiga tahapan.

Pertama : Diizinkan bagi kaum muslimin untuk berperang dengan tanpa diwajibkan. Allah berfirman.

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” [Al-Hajj : 39]

Kedua : Perintah untuk memerangi setiap orang kafir yang memerangi kaum mulimin. Allah berfirman.

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” [Al-Baqarah : 190]

Ketiga : Perintah untuk memerangi seluruh kaum musyrikin sehingga agama Allah tegak di muka bumi.

“Dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya ; dan ketahuiilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa” [At-Taubah : 36]

Tahapan yang ketiga ini tidak dimansukh, sehingga menjadi ketetapan wajibnya jihad sampai hari kiamat. Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata : “Marhalah (tahapan) yang ketiga ini tidak dimansukh, tetap wajib sesuai dengan kondisi kaum muslimin” [Fadlu Al-Jihad Wal Mujahidin, 2 : 440]
Demikian secara singkat hakikat jihad berserta tahapan-tahapan perintah tersebut. semua ini harus dipahami oleh kaum muslimin, sehingga dalam menetapkan jihad, sesuai dengan keadaan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Wallahu a’lam

MUSYAWARAH DENGAN ISTRI

Musyawarah dengan Istri


Dalam Islam, suami adalah pemimpin. Segala perintah atau keputusannya mesti ditaati selama tidak mengandung kemaksiatan. Namun demikian, Islam juga mengajarkan para suami untuk berembug atau bermusyawarah dengan sang istri dalam setiap perkara rumah tangganya.

Sudah selayaknya kehidupan rumah tangga menjadi wadah kerja sama antara seorang suami dan istrinya. Keduanya bantu membantu dan bahu membahu mengayuh bahteranya di gelombang samudra kehidupan agar sampai ke tepian yang diimpikan. Keduanya saling berbagi. Suka dirasakan berdua. Duka dibagi bersama. Tak salah bila seorang suami bertukar pikiran dengan istrinya menghadapi problema yang ada atau sekadar mengeluhkan beban masalah yang dipikulnya. Kesulitan yang dihadapinya mungkin bisa terjawab dengan masukan dari sang istri. Apatah lagi bila istrinya seorang yang cerdas dan berpikir lurus, ataupun istrinya bisa memberikan kata-kata menghibur yang dapat menenangkan jiwanya. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
“Dan perkara mereka dimusyawarahkan di antara mereka.” (Asy-Syura: 38)
Yaitu mereka memusyawarahkan permasalahan di antara mereka, tidak bersikap terburu-buru/tergesa-gesa, dan mereka tidak menuruti pendapat mereka sendiri. Adalah kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak musyawarah para sahabatnya dalam urusan-urusan beliau dan Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan hal ini kepada beliau dalam firman-Nya:
وَشَاوِرْهُمْ فِي اْلأَمْرِ
“Dan ajaklah mereka musyawarah dalam urusan-urusan yang ada.” (Fathul Qadir, 4/642)
Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai junjungan anak Adam, kekasih pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidaklah menyepelekan keberadaan seorang istri di sisinya. Bila memang diperlukan, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajak musyawarah istrinya, menceritakan permasalahan yang beliau hadapi serta memerhatikan saran istrinya.
Saat Jibril ‘alaihissalam menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di gua Hira dengan membawa wahyu yang pertama:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah dengan Nama Rabbmu yang telah menciptakan.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang ke rumah dengan hati yang bergetar untuk menemui istrinya Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu ‘anha.
زَمِّلُوْنِي، زَمِّلُوْنِي
“Selimuti aku, selimuti aku!” pinta beliau. Khadijah pun menyelimuti suaminya hingga hilang rasa takut beliau. Disampaikanlah kisah kepada Khadijah radhiyallahu ‘anha termasuk apa yang beliau rasakan:
لَقَدْ خَشِيْتُ عَلَى نَفْسِيْ
“Sungguh aku mengkhawatirkan diriku (akan binasa).”
Khadijah radhiyallahu ‘anha pun menghibur suaminya yang mulia:
كَلاَّ وَاللهِ، مَا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْـمَعْدُوْمَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Tidak demi Allah! Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Engkau seorang yang menyambung silaturahim, menanggung orang yang lemah, memberi kecukupan/kemanfaatan pada orang yang tidak berpunya, suka menjamu tamu, dan menolong kejadian yang haq1.”
Khadijah radhiyallahu ‘anha kemudian mengajak suaminya menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdil ‘Uzza, anak pamannya, seorang tua lagi buta yang beragama Nasrani2 dan biasa menulis Injil dengan bahasa Ibrani ataupun bahasa Arab. Khadijah berkata kepada Waraqah, “Wahai anak pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh anak saudaramu.”
“Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?” tanya Waraqah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai berkisah tentang apa yang dilihatnya dan pertemuannya dengan seseorang yang merangkulnya dengan kuat di gua Hira. Kata Waraqah, “Itu Namus3 yang pernah Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan untuk membawa wahyu kepada Musa ‘alaihissalam. Duhai! Andai kiranya saat itu aku masih muda! Andai kiranya ketika itu aku masih hidup, tatkala kaummu mengusirmu!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkejut, “Apakah mereka akan mengusirku?” “Iya”, tegas Waraqah, “Tidak ada seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa kecuali ia akan dimusuhi. Kalau aku mendapati hari-harimu itu tentu aku akan menolongmu dengan pertolongan yang kuat.” (HR. Al-Bukhari no. 3 dan Muslim no. 401)
Lihatlah! Bagaimana Khadijah radhiyallahu ‘anha memberikan dorongan dan semangat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memberikan kata-kata menghibur dengan mengingatkan beliau dengan sifat-sifat terpuji yang Allah radhiyallahu ‘anha anugerahkan kepada beliau. Dan kita lihat bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima saran istrinya untuk menceritakan apa yang terjadi pada dirinya kepada Waraqah bin Naufal, seorang yang punya pengetahuan.
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu menyebutkan bahwa dalam kisah di atas kita dapatkan beberapa faedah:
1. Disenanginya menghibur orang yang memiliki beban masalah dengan menyebutkan perkara-perkara yang dapat meringankannya.
2. Disenangi bagi orang yang punya masalah/beban untuk menyampaikan apa yang dialaminya kepada seseorang yang dipercaya dapat memberikan nasihat dan lurus akal/pandangannya. (Fathul Bari, 1/34)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata, “Dalam hadits ini ada bukti yang paling besar dan argumen yang paling puncak tentang kesempurnaan Khadijah radhiyallahu ‘anha, luasnya pikirannya, kuatnya jiwanya, kokohnya hatinya, dan besarnya pemahamannya.” (Al Minhaj, 2/377)
Kita berpindah kepada contoh berikutnya, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bermukim di Madinah. Saat itu di tahun keenam hijriyah, dalam bulan Dzulqa’dah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya berencana melaksanakan umrah di Baitullah. Mereka berangkat dari Madinah menuju Makkah yang masih dikuasai oleh orang-orang musyrikin dalam keadaan berihram. Namun orang-orang musyrikin ini menghalangi beliau dan para sahabatnya untuk masuk ke Makkah. Lalu terjalinlah perjanjian antara beliau dan orang-orang musyrikin bahwa beliau baru diperkenankan masuk ke Makkah untuk berumrah di tahun mendatang. Karena batal berumrah beliau pun hendak bertahallul dari ihramnya dan memerintahkan kepada para sahabatnya:
قُوْمُوْا فَانْحَرُوْا، ثُمَّ احْلِقُوْا
“Bangkitlah kalian lalu sembelihlah hewan kalian, lalu cukurlah rambut kalian.”
Namun apa yang terjadi? Demi Allah tak satupun dari para sahabat yang bangkit memenuhi perintah beliau hingga beliau mengucapkan hingga tiga kali. Ketika tidak ada satupun yang bangkit menjalankan perintah beliau, beliau pun masuk ke tenda istrinya, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Beliau keluhkan pada sang istri apa yang beliau dapatkan dari sikap para sahabatnya, “Tidakkah engkau melihat orang-orang itu? Aku perintahkan mereka dengan satu perkara namun mereka tidak melakukannya.”
Istri yang shalihah ini pun berkata:
يَا نَبِيَّ اللهِ، أَتُحِبُّ ذلِكَ؟ اُخْرُجْ، ثُمَّ لاَ تُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ حَتَّى تَنْحَرَ بُدْنَكَ، وَتَدْعُو حَالِقَكَ فَيحْلِقَكَ
“Wahai Nabiullah! Apakah engkau ingin mereka melakukan apa yang engkau perintahkan? Keluarlah, lalu jangan engkau mengajak bicara seorang pun dari mereka hingga engkau menyembelih sembelihanmu dan engkau memanggil tukang cukurmu lalu ia mencukur rambutmu.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjalankan saran istrinya yang memiliki kecerdasan dan pendapat yang bagus ini. Beliau keluar dari tenda, tanpa mengajak bicara seorang pun beliau menyembelih hewan sembelihannya dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur rambut beliau. Ketika para sahabat melihat apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka pun bersegera bangkit. Mereka menyembelih hewan-hewan mereka dan sebagian mereka mencukur rambut temannya hingga hampir-hampir sebagian mereka membunuh sebagian yang lain disebabkan kegundahan dan kesedihan mereka (HR. Al-Bukhari no. 2731, 2372). Dengan saran Ummu Salamah, terselesaikanlah masalah yang ada.
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu mengatakan bahwa dalam hadits di atas menunjukkan:
- keutamaan musyawarah
- bolehnya bermusyawarah dengan wanita yang memiliki keutamaan
- kelebihan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, betapa kuat akalnya. Sehingga Imam Al-Haramain berkata, “Kami tidak mengetahui ada seorang wanita yang tepat/benar dalam memberikan pendapatnya ketika bermusyawarah kecuali Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.” (Fathul Bari, 5/426)

Dua kisah di atas, cukuplah menjadi bukti bahwa seorang istri yang shalihah bisa diajak musyawarah, dimintai pendapatnya dalam urusan suaminya. Sampaipun dalam perkara umat yang diurusi oleh suaminya bila suaminya seorang da’i. Saran-sarannya pun dapat diterima dan dijalankan dalam urusan yang penting. Semua ini juga menunjukkan penghargaan Islam kepada wanita. Walhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat ini …
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Para ulama berkata, “Makna dari ucapan Khadijah radhiyallahu ‘anha ini adalah engkau tidak akan ditimpa perkara yang jelek /tidak disukai karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan pada dirimu akhlak yang mulia dan perangai yang utama.” (Al Minhaj, 2/377)
2 Waraqah dan temannya meninggalkan negerinya menuju Syam karena benci kepada peribadatan berhala. Di sana ia bertanya tentang agama yang kemudian ia tertarik dengan agama Nasrani hingga ia memeluknya. Ia sempat bertemu dengan beberapa pendeta yang berada di atas agama Isa ‘alaihissalam yang belum diubah (masih asli), karena itu ia bisa memberitakan tentang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kabar gembira tentang diutusnya beliau serta berita-berita lain yang telah dirusak oleh orang-orang yang mengubah-ubah agama Nabi Isa ‘alaihissalam. (Fathul Bari, 1/34)
3 Bahasa Ibrani, artinya pemegang rahasia. Ini merupakan sebutan untuk Jibril ‘alaihissalam. (Al-Minhaj, 2/378)