SEMUANYA ADA DI SINI.....SD NEGERI 5 BOYOLALI

SD NEGERI 5 BOYOLALI

Minggu, 07 Februari 2010

LARANGAN IMAM MALIK TERHADAP ILMU KALAM DAN BERDEBAT DALAM AGAMA

Oleh
Dr. Muhammad Abdurrahman Al-Khumais


[1]. Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari Mush'ab bin Abdullah bin az-Zubairi, katanya, Imam Malik pernah berkata: "Saya tidak menyukai Ilmu Kalam dalam masalah agama, warga negeri ini juga tidak menyukainya, dan melarangnya, seperti membicarakan pendapat Jahm bin Shafwan, masalah qadar dan sebagainya. Mereka tidak menyukai Kalam kecuali di dalam terkandung amal. Adapun Kalam di dalam agama, bagi saya lebih baik diam saja. karena hal-hal di atas [1]

[2]. Imam Abu Nu'aim juga meriwayatkan dari Abdullah bin Nafi, katanya, saya mendengar Imam Malik berkata: "Seandainya ada orang melakukan dosa besar seluruhnya kecuali menjadi musyrik. kemudian dia melepaskan diri dari bid'ah-bid'ah Ilmu Kalam ini, dia akan masuk surga." [2]

[3]. Imam al-Harawi meriwayatkan dari Ishaq bin Isa, katanya, Imam Malik berkata, "Barangsiapa yang mencari agama lewat Ilmu Kalam ia akan menjadi kafir zindiq, siapa yang mencari harta lewat Kimia, ia akan bangkrut, dan siapa yang mencari bahasa-bahasa yang langka dalam Hadits (gharib al-Hadits) ia akan bohong."[3]

[4]. Imam al-Katib al-Baghdadi meriwayatkan dari Ishaq bin Isa, katanya, saya mende-ngar Imam Malik berkata: "Berdebat dalam agama itu aib (cacat)." Beliau juga berkata: "Setiap ada orang datang kepada kita, ia ingin berdebat. Apakah ia bermaksud agar kita ini menolak apa yang telah dibawa oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam?" [4]

[5]. Imam al-Harawi meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Mahdi, katanya, saya masuk ke rumah Imam Malik, dan di situ ada seorang yang sedang ditanya oleh Imam Malik: "Barangkali kamu murid dari 'Amir bin 'Ubaid. Mudah-mudahan Allah melaknat ‘Amr bin ‘Ubaid karena dialah yang membuat bid’ah Ilmu Kalam. Seandainya kalam itu merupakan Ilmu, tentulah para Sahabat dan Tabi’in sudah membicarakannya, sebagaimana mereka juga berbicara masalah hukum (fiqih) dan syari’ah.”[5]

[6]. Imam al-Harawi meriwayatkan dari ‘Aisyah bin Abdul Aziz, katanya, saya mendengar Imam Malaik berkata: “Hindarilah bid’ah”. Kemudian ada orang yang bertanya, “Apakah bid’ah itu, wahai Abu Abdillah?”. Imam Malik menjawab: “Penganut bid’ah itu adalah orang-orang yang membicarakan masalah nama-nama Allah, sifat-sifat Allah, kalam Allah, ilmu Allah, dan qudrah Allah. Mereka tidak mau bersikap diam (tidak memperdebatkan) hal-hal yang justru para Sahabat dan Tabi’in tidak membicarakannya.” [6]

[7]. Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari Imam Syafi’i, katanya, Imam Malik bin Anas, apabila kedatangan orang yang dalam agama mengikuti seleranya saja, beliau berkata: “Tentang diri saya sendiri, saya sudah mendapatkan kejelasan tentang agama dari Tuhanku. Sementara anda memilih ragu-ragu. Pergilah saja kepada orang-orang yang masih ragu-ragu, dan debatlah dia.”[7]

[8]. Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari Muhammad bin Ahmad al-Mishri al-Maliki, di mana ia berkata dalam bab al-Ijarat dalam kitab al-Khilaf, Imam Malik berkata: “Tidak boleh menyebarkan kitab-kitab yang ditulis oleh orang-orang yang dalam beragama hanya mengikuti selera, bid’ah dan klenik; dan kitab-kitab itu adalah kitab-kitab penganut kalam, seperti kelompok Mu’tazilah dan sebagainya.”[8]

Dan Itulah sekilas tentang sikap Imam Malik bin Anas dan pendapat-pendapat beliau tentang masalah Tauhid, Sahabat, Imam, Ilmu Kalam dan Lain-lain


[Disalin dari kitab I'tiqad Al-A'immah Al-Arba'ah edisi Indonesia Aqidah Imam Empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad), Bab Aqidah Imam Malik bin Anas Hanifah, oleh Dr. Muhammad Abdurarahman Al-Khumais, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Di Jakarta]
_________
Foote Note
[1].Jami' Bayan al-'Ilm wa Al-Fadhilah, hal. 415
[2]. Al-Hilyah, VI/325
[3]. Dzamm Al-Kalam, lembar 173-B
[4]. Syaraf ASh-hab Al-Hadits, hal. 5
[5]. Dzan Al-Kalam, lembar 173-B
[6]. Ibid, lembar 173
[7]. Al-Hilyah, VI/324
[8]. Jami' Bayan al-'Ilm wa Al-Fadhilah, hal. 416-417

DAKWAH SALAFIYAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

BUKU DAKWAH SALAFIYAH DAKWAH BIJAK

Oleh
Ustadz Abu Ahmad As-Salafi

Telah masuk kepada kami dari sebagian pembaca Al-Furqon perihal buku Dakwah Salafiyyah Dakwah Bijak, Meluruskan Sikap Keras Da’i Salafi oleh Abu Abdurrahman Ath-Thalibi yang beredar baru-baru ini.

Melihat judul buku ini seakan-akan kita melihat sosok seorang yang peduli dengan Dakwah Salafiyyah sehingga berusaha membenahi kekurangan yang terjadi dari-da’i-da’i salafi yang bersikap keras tidak pada tempatnya di dalam berdakwah. Tetapi setelah kami cermati isi buku ini, ternyata di dalamnya penuh dengan syubhat-syubhat yang sangat berbahaya dibalik nasehat-nasehat yang dia sampaikan.

Karena itulah, dalam pembahasan kali ini kami berusaha menyingkap syubhat-syubhat tersebut sebagai nasehat kepada kaum muslimin dan pembelaan kepada manhaj yang haq.

PENULIS DAN PENERBIT BUKU INI
Buku ini ditulis oleh Abu Abdirrahman Ath-Thalibi dan diterbitkab oleh HUJJAH PRESS Cibubur Jakarta Timur, cetakan pertama, Februari 2006M

KEDUSTAAN ATAS SYAIKH ROBI BIN HADI AL-MADKHOLI HAFIZHAHULLOH
Dalam Pengantar penerbit tertera :
“Dalam salah satu artikelnya di sebuah situs salafi di Timur Tengah (www.sahab.net) , Dr Rabi Al-Madkhali menulis tentang bid’ah dan menyerang siapapun yang dianggap sebagai ahlu bid’ah secara membabi buta. Mengutip perkataan Yahya bin Yahya yang diriwayatkan Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawanya, Al-Madkhali mengatakan bahwa memerangi ahlu bid’ah lebih utama daripada berjihad fi sabilillah. Lalu dibelakang namanya, Al-Madkhali ini menuliskan gelar untuk dirinya sendiri, “Pemberantas Bid’ah dan Para Pelakunya, Penolong Sunnah dan Pengikutnya, dan Pembela Akidah”. Demikianlah sebagai contoh akhlak seorang tokoh kaum salaf masa kini yang mengaku sebagai penolong Sunnah, dengan bangganya dia labelkan pada dirinya sendiri dengan gelar-gelar yang tidak ada contohnya dari Alloh, Rasul-Nya, dan para ulama salaf”

Kami katakan : Ini adalah kedustaan yang ditimpakan atas Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali hafizhahulloh. Sepanjang penelitian dan pengetahuan kami, beliau tidak pernah menuliskan gelar untuk diri beliau sendiri “Pemberantas Bid’ah dan Para Pelakunya, Penolong Sunnah dan Pengikutnya, dan Pembela Akidah”, meskipun kita semua yakin bahwa beliau adalah pembela Sunnah dan duri bagi ahli bid’ah. Para ulama telah memberikan pujian dan rekomendasi kepada beliau di dalam dakwah dan tulisan-tulisan beliau. Di antara para ulama yang memberikan rekomendasi kepada beliau adalah tiga imam Dakwah Salafiyyah zaman ini : Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Al-Albani, dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. [1]

Beliau menukil perkataan Al-Imam Yahya bin Yahya di atas di dalam kitab beliau yang berjudul Manhaj Ahli Sunnah Fi Naqdi Rijal wa Kutub wa Thowa’if hal. 83 dan penutup, demikian juga dalam kitab beliau yang berjudul Jama’ah Wahidah hal. 83, dalam ketiga nukilan tersebut beliau tidak menyebutkan “gelar” di atas bagi dirinya sendiri. (Untuk mengenal lebih lanjut tentang tulisan-tulisan beliau –yang dimuat oleh www.sahab.net dan yang lainnya- silahkan melihat program Maktabah Syaikh Robi bin Hadi Al-Madkhali oleh www.islamspirit.com)

Demikian juga, sepanjang kehadiran kami dalam majelis-majelis beliau baik di masjid-masjid, di ruang kuliah di Jami’ah Islamiyyah Madinah, dan di kediaman beliau, kami tidak pernah mendengar beliau melabelkan “gelar-gelar” tersebut bagi diri beliau. Bahkan ketika ada sebagian hadirin menyebut beliau dengan “Samahatusy Syaikh”, beliau menolak seraya mengatakan : “lastu bi shohibi Samahah” (Aku tidak layak disebut Samahah).

Yang kami lihat dari akhlak dari sifat beliau adalah seperti yang ditulis oleh penulis biografi beliau : “Beliau memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) terhadap para saudaranya, para muridnya, para tamu, dan para pengunjungnya. Beliau sederhana dalam tempat tinggal, pakaian, dan kendaraannya, tidak menyukai kemewahan dalam semua hal itu. Beliau selalu ramah dan terbuka, tidak membuat bosan teman duduknya dari pembicaraan beliau, mejelis-mejelis beliau penuh dengna bacaan hadits dan sunnah …” (Dari Tarjamah Syaikh Robi bin Hadi Al-Madkholi dalam www.rabee.net)

Kedustaan atas seorang ulama Sunnah seperti yang dilakukan oleh pemilik buku ini [2] bukanlah sikap Ahli Sunnah, tetapi salah satu tanda-tanda ahli bid’ah. Al-Imam Ali bin Harb Al-Maushili rahimahullah berkata : “Setiap pengekor hawa nafsu selalu berdusta dan tidak mempedulikan kedustaannya!” (Diriwayatkan oleh Al-Khothib Al-Baghdadi dalam Al-Kifayah hal. 123)

Kedustaan-kedutaan seperti ini dilakukan oleh ahli bid’ah sebagai tangga untuk menjatuhkan Manhaj Salaf dengan menjatuhkan para ulama Salafiyyin lebih dahulu, dengan menjiplak metode orang-oran Yahudi : “Jika engkau hendak menjatuhkan suatu pemikiran, maka jatuhkanlah para pemikir dan tokoh-tokohnya” (!)

TALBIS SALAFI HAROKI
Penulis berkata (dalam hal.20 dari bukunya ini) :
“Salafi Haroki adalah gerakan dakwah Salafiyyah yang menerapkan metode pergerakan (harakiyyah). Metode tersebut meskipun tidak sama persis, serupa dengan metode yang ditempuh oleh jama’ah-jama’ah dakwah Islam, seperti Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir (HT), Jama’ah Tabligh (JT), Jama’at Islam (JI), Negara Islam Indonesia (NII), dll”

Kami katakan : Sebutan “Salafi Haroki’ adalah bentuk talbis (pencampuradukkan antara haq dan bathil) antara manhaj Salaf dengan manhaj Harokah yang bid’ah. Dengan talbis ini mereka hendak memalingkan Salafiyyin –para pengikut salafush sholih- dari manhaj salaf dan menganut manhaj haroki yang bid’ah!.

Syaikh Al-Allamah Sholih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahulloh berkata : “Menamakan diri dengan Salafiyyah tidak apa-apa jika benar-benar demikian keadannya. Adapun jika penamaan tersebut hanya sekedar klaim tanpa bukti, maka tidak boleh menamakan diri dengan Salafiyyah dalam keadaan dia tidak berada di atas manhaj salaf….” Maka tidak akan berkumpul antara Ahli Sunnah wal Jama’ah bersama madzhab orang-orang yang menyelisihi mereka seperti Khowarij, Mu’tazilah, dan hizbiyyin seperti orang yang mereka namakan sebagai Muslim Modern, yaitu orang yang hendak menggabungkan antara kesesatan-kesesatan modern dengan manhaj salaf” (Ajwibah Mufidah hal. 18-19)

Syaikh Al-Allamah Robi bin Hadi Al-Madkhaoli hafizhahulloh berkata : “ Saya menasehati orang yang mengatakan perkataan ini dan yang semisalnya agar bertaqwa kepada Alloh dan menjelaskan kepada kaum muslimin tentang manhaj Salafi yang shohih, janganlah mencampuradukan agama ini dengan manhaj Sayyid Quthub dan yang semisalnya, karena manhaj Salafi dan Manhaj Sayyid Quthub tidaklah keduanya melainkan dua hal yang kontradiktif (bertolak belakang) yang tidak akan bisa bertemu di dalam manhaj dan tidak pula dalam aqidah” (Dari kaset Ajwibah ‘Ala As’ilah Manhajiyyah tanggal 7 Syawwal 1419H) [3]

MENGKOAK-KOTAK SALAFIYYIN
Penulis berkata (dalam hal.10 dari bukunya ini) :
“Tiga Madrasah yang sangat dominan saat ini ialah : Salafiyah di Arab Saudi, Salafiyyah di Yaman dan Salafiyyah di Yordania-Syria (Syam). Masing-masing madrasah memiliki ulama-ulama, majlis-majlis, lembaga pendidikan, media, serta karya-karya buku”

Penulis berkata (dalam hal.10 dari bukunya ini) dengan judul pembahasan Komunitas Salafi Yamani:
“Madrasah Salafiyyah ada di berbagai negara Muslim, bukan hanya di Yaman. Bahkan diYaman sendiri, saya yakin garis Salafiyyah itu tidak satu warna, tetapi beragam. Hanya saja, dibandingkan dengan madrasah-madrasah Salafiyyah, maka madrasah Salafiyyah di Yaman terkenal paling keras sikapnya terhadap ahli bid’ah dan kelompok-kelompok yang menyimpang”.

Kami katakan : Salafiyyah bukanlah Hizbiyyah, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Sholih Al-Fuzan hafizhahulloh ; “Salafiyyah adalah firqotun najiyah (kelompok yang selamat). Mereka adalah Ahli Sunnah wal Jama’ah, bukan suatu hizb yang dinamakan sekarang sebagai kelompok-kelompok atau partai-partai. Sesungguhnya ia adalah suatu jama’ah, jama’ah yang berjalan diatas sunnah….. maka Salafiyyah adalah jama’ah yang berjalan di atas madzhab salaf dan di atas jalan Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum dan dia bukanlah salah satu kelompok dari kelompok-kelompok yang muncul sekarang ini, karena dia adalah jama’ah yang terdahulu dari zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berlanjut terus menerus di atas kebenaran, dan nampak hingga hari kiamat sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihgi wa sallam” (Dari kaset yang berjudul At-Tahdzir Minal Bida) [4]

Penulis mengatakan bahwa dirinya bukan dari kalangan Salafiyyin dengan mengatakan (dalm hal. 23):
“Saya tidak berdiri di salah satu kelompok. Saya bukan dari kalangan Salafi Yamani maupun Haroki”.

Kemudian penulis berkata (dalam hal. 112 dari bukunya ini):
“Persilangan pendapat antara ulama-ulama Salafiyyah di Arab Saudi, Yordania, Syria, dan yang lainnya sudah bukan rahasia lagi. Contohnya, persilangan pendapat antara Syaikh Nashiruddin Al-Albani dengan Syaikh Hamud bin Abdillah At-Tuwajiri. Persilangan itu begitu tajamnya ….”

Kami katakan : Setelah penulis menyatakan bahwa dirinya bukan dari kalangan Salafiyyin, maka merupakan suatu kewajaran jika dia sulit untuk menjaga lisannya dari perkataan yang tidak sopan kepada para ulama Salafiyyin, seperti terhadap dua imam dakwah Salafiyyah Syaikh Al-Albani dan Syaikh Hamud At-Tuwaijiri rahimahumalloh. Untuk menjelaskan hal ini, kami nukilkan perkataan Syaikh Abdullah bin Abdurrahman hafizhahulloh penulis biografi Syaikh Hamud At-Tuwajiri rahimahullah.

“Beliau memiliki beberapa bantahan terhadap tulisan-tulisan Syaikh Al-Albani dan terjadi beberapa pebedaan pendapat antara beliau dengan Syaikh Al-Albani. Kendati demikian, tetapi terjalin ukhuwwah salafiyyah antara beliau dengan Syaikh Al-Albani. Bukti konkrit hubungan-hubungan yang baik antara keduanya, di antaranya.

[a]. Syaikh Hamud, di dalam bantahannya kepada Syaikh Al-Albani, tetap berusaha menjaga kedudukan Syaikh Al-Albani. Suatu misal, ketika beliau sudah hampir mencetak bantahan beliau, tiba-tiba ada seorang yang bersimpati kepada Syaikh Al-Albani datang kepada beliau memprotes beberapa kalimat dalam bantahan tersebut, maka seketika itu juga beliau menghapus kalimat-kalimat tersebut.

[b]. Ketika Syaikh Al-Albani mengunjungi tempat beliau di Riyadh pada tahun 1410H, beliau sangat bersungguh-sungguh dalam berusaha menjamu dan menghormati Syaikh Al-Albani.
[c]. Di dalam batahan-bantahan kepada Syaikh Al-Albani, beliau banyak menyertakan pujian kepada Syaikh Al-Albani dalam kegigihannya membela sunnah dan melawan bid’ah seperti perkataan beliau : “Syaikh Al-Albani sekarang adalah lambang dari sunnah, mencela beliau akan memudahkan pencelaan kepada sunnah”. Pujian ini jelas hanya berlaku bagi para imam ahli sunnah, bukan kepada para gembong ahli bid’ah, sebagaimana yang dikehendaki oleh para pencetus manhaj muwazanah!” (Siroh Al-Allamah Hamud bin Abdullah At-Tuwaijiri hal. 19-20)

PANDANGAN PENULIS TERHADAP SYAIKH MUQBIL BIN HADI AL-WADI’I RAHIMAHULLAH
Penulis berkata (dalam hal. 109 dari bukunya ini):
“Orang-orang yang mau melihat secara jujur dan obyektif pasti setuju bahwa Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah adalah seorang ulama Salafi. Ini adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Beliau mendirkan Markaz Ilmiyyah Darul Hadits di Dammaj Yaman, beliau jug menulis karya-karya penting dalam hadits, beliau mendidik da’i-da’i Salafi, beliau juga berjuang keras menentang siapapun yang tidak sependapat dengan manhaj Salafiyyah. Bila perlu, Syaikh Muqbil bin Hadi akan bersikap keras terhadap musuh-musuhnya yang dianggap menyimpang. Dalam hal terkahir ini Syaikh Muqbil bin Hadi sangat menonjol”

Penulis juga berkata (dalam hal. 111 dari bukunya ini):
“Menurut saya, sebagaimana yang saya ketahui dari berita-berita yang ada, baik lisan atau tulisan, paling tidak ada tiga alasan yang bisa dianggap sebagai latar belakang sikap keras Syaikh Muqbil bin Hadi, yaitu : 1. Tradisi sosial masyarakat Yaman sendiri memang keras… 2. Konflik antar aliran-aliran agama di tengah masyarakat berlangsung keras… 3. Proses pribadi yang dialami Syaikh Muqbil bin Hadi sendiri. Syaikh Muqbil memiliki kebencian besar terhadap Syi’ah, sebab dalam salah satu proses hidupnya, beliau pernah mengalami konflik dengan komunitas Syi’ah di tingkat masyarakat maupun pemerintahan”

Kami katakan : Inilah pandangan penulis terhadap Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah, dan dibawah ini kami nukilkan pandangan Syaikh Al-Allamah Al-Muhadits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah terhadap Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah ketika sebuah pertanyaan dilontarkan kepada Syaikh Al-Albani ; pertanyaan itu berbunyi : “Meskipun jelas sekali sikap Syaikh Robi bin Hadi Al-Madkholi dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i di dalam berjihad melawan kebid’ahan dan perkataan-perkataan yang menyeleweng, ternyata ada sebagian orang yang meragukan kalau keduanya berada di atas garis Salafi?”

Syaikh Al-Albani rahimahullah menjawab
“Kami –tanpa ada keraguan- bersyukur kepada Alloh Azza wa Jalla yang telah menganugrahkan kepada dakwah yang sholihah ini –yang tegak di atas Kitab dan Sunnah dengan manhaj Salafush Shalih- para da’i berbagai penjuru dunia Islam menegakkan tugas fardu kifayah ini yang jarang sekali menunaikannya pada hari ini. Maka merendahkan dua syaikh ini, Syaikh Robi dan Syaikh Muqbil, yang keduanya menyeru kepada Kitab dan Sunnah serta jalan yang ditempuh oleh salafush shalih, serta memerangi orang-orang yang menyelisihi manhaj yang shohih ini, maka ini –sebagaimana bukan hal yang tersembunyi atas semuanya- muncul dari salah satu di antara dua orang : bisa jadi dia jahil (bodoh) atau pengekor hawa nafsu” (Dari kaset Silsilatul Huda wan Nur no. 851)

Ketika kami menghadiri dars Sunan Nasa’i yang disampaikan oleh Syaikhuna al-Allamah Abdul Muhsin bin Hamd Al-Abbad hafizhahulloh di Masjid Nabawi, ada sebuah pertanyaan yang disampaikan kepada beliau yaitu bagaimana pandangan beliau tentang Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, maka beliau memuji Syaikh Muqbil rahimahullah di dalam menuntut ilmu, menyampaikan ilmu, dan di dalam berdakwah.[5]

Tentang sikap keras Syaikh Muqbil rahimahullah kepada ahli bid’ah, memang hal ini tidak mengenakkan hati para hizbiyyin sehingga mereka menjadikan hal ini sebagai sasaran celaan mereka kepada beliau. Syaikh Abu Muhammad bin Ali Ash-Shouma’i hafizhahulloh telah menjawab hal ini dengan mengatakan.

“Sikap keras kepada ahli bid’ah merupakan keutamaan dan bukanlah merupakan kekurangan wahai Ibnu Gholib [6]. Sesungguhnya yang membuat kalian memiliki pemahaman terbalik ini adalah manhaj kalian yang jelek dan (akibat) kalian duduk-duduk dengan ahli bid’ah, kalian menghendaki muwazanah dan kelembutan bagi para ahli kebathilan. Dan inilah sebagian atsar dari salafuna tentang kerasnya mereka terhadap ahli bid’ah, barangkali kalian bisa mendapatkan manfaat darinya…

[1]. Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata : “Jika engkau melihat seseorang mencela Hammad bin Salamah maka ragukanlah keislamannya, karena Hammad bin Salamah keras terhadap ahli bid’ah (Siyar A’lam Nubala 8/209)
[2]. Al-Imam Baihaqi rahimahullah berkata ; “Adalah Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah keras terhadap ahli ilhad dan bid’ah, beliau terang-terangan membenci mereka dan menjauhi mereka. (Siyar A’lam Nubala 7/308)
[3]. Abul Hasan Al-Farro berkata tentang Abdurrohman bin Mandah : ‘Dia keras terhadap ahli bid’ah dan menjauhi mereka. (Thobaqoh Hanabilah 1/538).
(Lihat Nubdzah Yasiroh min Hayati Ahadi A’lamil Jaziroh hal. 74) [7]

PENUTUP
Penulis berkata dalam Kalimat Penutup (hal. 157):
“Tujuan penulisan buku ini ialah menyampaikan nasehat-nasehat kepada sebagian kalangan Salafi yang cenderung bersikap berlebihan di dalam dakwahnya. Nasehat itu disampaikan tentu demi kebaikan dakwah Salafiyah di Indonesia, bukan dalam rangka menyerang atau menjatuhkan nama baik pihak-pihak tertentu. Sebagai hujjah bagi nasehat-nasehat yang disampaikan, saya kemukakan dalil-dalil syar’iyyah, bukti-bukti yang saya ketahui, serta petunjuk-petunjuk referensi. Selain itu, dalam buku ini saya mencoba menghindari kata-kata yang bersifat menghina atau melecehkan. Hanya di beberapa tempat tertentu saya terpaksa mengutarakan ungkapan-ungkapan yang mungkin dianggap sinis”.

Kami katakan : Jika buku ini benar-benar ditulis untuk kebaikan dakwah Salafiyyah, pastilah akan membela para ulama dakwah Salafiyyah dari tuduhan-tuduhan dusta ahli bid’ah, tetapi kenyataannya buku ini justru berisi talbis terhadap manhaj salafi, celaan dan kedustaan tentang para ulama Salafiyyin yang ini semua merupakan cara-cara ahli bid’ah di dalam usaha mereka menjatuhkan Dakwah Salafiyyah

Terakhir, kami sampaikan nasehat kepada penulis agar bertaubat dari talbis, kedustaan dan ungkapan-ungkapan sinis terhadap para ulama Salafiyyin. Hendaklah penulis berusaha mengikuti manhaj yang shahih yaitu manhaj salafi, karena keshohihan manhaj menentukan tempat seseorang di surga atau neraka sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Allamah Shalih Al-Fauzan hafizhahulloh.

“Keshahihan manhaj menentukan tempat seseorang di surga atau di neraka. Jika manhaj seseorang shahih maka dia akan mauk surga. Jika dia mengikuti manhaj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan manhaj salafush shalih maka dia akan menjadi penghuni surga –dengan izin Allaoh-, dan jika dia berada pada manhaj yang sesat maka dia diancam dengan neraka” (Ajwibah Mufidah hal. 77)

Kepada para pembaca, kami nasehatkan agar tidak menjadikan buku Dakwah Salafiyyah Dakwah Bijak ini sebagai rujkan, berhubung banyaknya syubhat yang ada di dalamnya yang di antaranya telah kami sebutkan di atas. Masih banyak kitab-kitab para ulama yang lebih layak dijadikan sebagai rujukan di dalam manhaj dakwah. Di antara kitab-kitab yang kami anjurkan untuk dijadikan rujukan dalam hal ini ialah : Min Aqwali Syaikh Abdul Aziz bin Baz Fi Da’wah, Ajwibah Mufidah oleh Syaikh Shalih Al-Fauzan, Da’wah ila Alloh dan Ru’yah Waqi’iyyah lil Manahij Da’awiyah keduanya oleh Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari, serta Manhajul Anbiya fi Da’wah ila Alloh dan Al-Hatstsu ‘alal Mawaddah wal I’tilaf wa Tahdzir minal Furqoh wa Ikhtilaf [8] keduanya oleh Syaikhuna Al-Allamah Robi bin Hadi Al-Madkholi.

Semoga Alloh selalu menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendengarkan nasehat dan mengikutinya.

[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 08 Tahun VI/Robi’ul Awwal 1428H [April 2007], Diterbitkan Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim 61153]
__________
Foote Note
[1]. Lihat kitab Tsana’ Al-badi minal Ulama ala Syaikh Robi oleh Kholid bin Dhohwa Adh-hufairi
[2]. Di akhir Pengantar Penerbit tertera nama Abu Abdillah Al-Mishri, kami tidak tahu ini adalah nama samaran lain dari penulis atau orang lain.
[3]. Untuk membentengi diri kita dari fitnah talbis ini, lihat pembahasan Talbis Salafi Haroki dalam Majalah Al-Furqon Tahun 6 Edisi 6 Rubrik Manhaj
[4]. Lihat pembahasan Salafiyyah Bukan Hizbiyyah dalam Majalah Al-Furqon Tahun 5 Edisi 8 Rubrik Manhaj
[5]. Ucapan beliau ini saya sampaikan maknanya, dan jika ada yang ingin lafazhnya bisa menyimak rekamannya di Tasjilat Masjid Nabawi
[6]. Dia adalah Abdulloh bin Gholib, penulis bait-bait syair yang penuh celaan kepada Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i.
[7]. Untuk mengenal lebih lanjut tentang Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, lihat kemabali Majalah Al-Furqon Tahun 5 edisi 1 Rubrik Tojoh
[8]. Untuk melihat sebagian kandungan kitab ini, silahkan melihat rubrik Manhaj ada edisi ini

Rabu, 03 Februari 2010

DA'WAH SALAFIYAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
Menyikapi Cap Teroris Atas Salafy - www.antiteroris.com (update 11/11/2009)
Dikirim oleh webmaster, Senin 31 Agustus 2009, kategori Info Dakwah
Penulis: Redaksi Salafy.or.id
.: :.
Bismillah...
Para pembaca sekalian, rahimahumullah...

Kejadian-kejadian aksi terorisme di negeri ini dalam beberapa waktu terakhir terus meningkat. Di sisi lain upaya aparat untuk memburu para teroris pelaku pengeboman tak berperikemanusiaan itu terus gencar.

Beberapa pelaku teror berhasil ditangkap. Sangat disayangkan, ternyata di antara mereka yang tertangkap sebelumnya adalah para pemuda muslimin yang dikenal baik di lingkungannya, memiliki semangat beragama yang tinggi, dan pembelaan terhadap Islam. Para orang tua yang mendengar anaknya tewas dalam aksi terorisme atau terciduk oleh aparat, kaget dan terpukul. Tentunya kita heran,
bagaimana paham terorisme bisa masuk menyusup ke generasi muda muslim? Apa benar terorisme merupakan bagian dari ajaran agama?

Lebih rumit lagi, ternyata pada sebagian teroris yang tertangkap atau masih buron, pada mereka ada penampilan syiar agama Islam, misalnya berjenggot, celana di atas mata kaki, baju gamis, istri bercadar, dan syiar ketaatan beragama lainnya.

Tak ayal lagi, sebagian orang menganggap bahwa itu adalah ciri-ciri teroris.

Parah lagi, mereka menganggap setiap orang yang berpenampilan dengan penampilan di atas, maka berarti identik dengan teroris atau orang yang sekelompok/segolongan dengan para teroris! Kondisi ini diperkeruh dengan komentar-komentar para tokoh tidak bertanggung jawab dan asal bicara, yang dilansir oleh media.

Perlu diketahui bahwa penampilan Islami seperti di atas sebenarnya merupakan cara penampilan yang dituntunkan dalam syariat dan dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, serta diamalkan oleh para sahabat dan para salafush shalih, serta para ulama Ahlus Sunnah yang mulia. Jadi, sebenarnya itu merupakan ciri-ciri seorang muslim yang berpegang teguh dengan agamanya.

Sepantasnya seorang muslim berpenampilan dengan penampilan seperti itu. Namun para teroris tersebut telah menodai ciri-ciri yang mulia ini, dengan mereka terkadang berpenampilan dengan penampilan tersebut. Sehingga sampai-sampai kaum muslimin sendiri tidak mau berpenampilan dengan penampilan Islami seperti di atas, karena beranggapan bahwa penampilan tersebut adalah penampilan teroris.


Nyata-nyata para teroris Khawarij tersebut telah membuat jelek Islam dari segala sisi! Padahal dalam kondisi-kondisi tertentu –dalam rangka menghilangkan jejak misalnya—terkadang mereka tak segan melepas segala atribut penampilan syiar sunnah dari dirinya!! Mencukur jenggotnya sekalipun akan sanggup mereka lakukan!! Penampilan luar semata tidak bisa dijadikan patokan untuk menilai seseorang sebagai teroris. Jangan apriori terhadap penampilan sunnah dan ajaran
sunnah. Di sisi lain jangan pula terkecoh dengan penampilan tersebut.

Maka, kita perlu tahu apa dan bagaimana paham keagamaan para teroris pelaku peledakan bom Bali, JW.
Marriot, dll. berikut bahaya paham tersebut terhadap Islam dan umat Islam serta kehidupan manusia
.

Apa benar paham dan praktek mereka selama ini ada landasannya dalam Islam? Apa kaitannya dengan jihad?

Benarkah mereka sedang berjuang membela Islam?

Apa semua orang yang berjenggot, berjubah, isterinya bercadar, … dst adalah teroris, atau identik dengan teroris, atau sealiran dengan kelompok teroris?

Silakan simak indeks artikel situs
www.merekaadalahteroris.com dan artikel terkait berikut ini ...

A. BUKU PERTAMA

Judul: Mereka Adalah Teroris! (Sebuah Tinjauan Syari’at)
Penulis: Luqman bin Muhammad Ba’abduh
Desain Cover: Royyan, Bayu Enggal Kh@s Desain
Tataletak: Mitra Grafika
Cetakan: Pertama, Ramadhan 1426 H / Oktober 2005 M
Kedua, Dzulqo’dah 1426 H / Desember 2005 M
Penerbit: Pustaka Qaulan Sadida, Perum Villa Bukit Tidar Blok A-1/401 Malang
Telp: (0341) 7062995
Hp. 081334995694
Distributor : Media Sunnah (Jabotabek) 081380713788, Ubadah (Yogyakarta) 0818461238, Hasan Ibnu Harun (Jember) 0331-7758324
1. DARI PENERBIT MEREKA ADALAH TERORIS! (sebuah tinjauan syari’at)
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=18
2. RESENSI MEREKA ADALAH TERORIS
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=7#more-7
3. KATA PENGANTAR CETAKAN PERTAMA -MEREKA ADALAH TERORIS!-
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=20
4. KATA PENGANTAR CETAKAN KEDUA -MEREKA ADALAH TERORIS!-
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=21
5. BIOGRAFI PENULIS
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?page_id=3
6. COPYRIGHT
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?page_id=4
7. KENAPA SIH KOK BICARANYA KASAR?
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=19

B. BUKU KEDUA

Judul Indonesia : MENGIDENTIFIKASI NEO-KHAWARIJ SEBAGAI SEJELEK-JELEK MAYAT DI KOLONG LANGIT
Judul Asli: SYARRU QATLA TAHTA ADIMIS-SAMA‘I KILABUN-NAR
Penulis: Jamal bin Furaihan Al-Haritsi
Cetakan: Pertama, 1424 H/2004 M
Penerbit: Darul Minhaj
Edisi Indonesia: Mengidentifikasi NEO-KHAWARIJ sebagai Sejelek-jelek Mayat di Kolong Langit
Diterjemahkan dan Dijelaskan Oleh: Luqman bin Muhammad Ba’abduh
Cetakan: Pertama, Sya’ban 1428 H/ Agustus 2007 M
Penerbit: Pustaka Qaulan Sadida, Perum Villa Bukit Tidar Blok A-1/401 Malang
Telp: (0341) 7062995
Hp. 081334995694
1. PENGANTAR PENERJEMAH buku Mengidentifikasi NEO-KHAWARIJ sebagai Sejelek-jelek Mayat di Kolong Langit
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=8
2. Mengidentifikasi NEO-KHAWARIJ sebagai Sejelek-jelek Mayat di Kolong Langit
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=5
3. Beberapa Ciri-Ciri Lain Kaum Khawarij
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=35#more-35
4. Paham Al-Khawarij Akan Terus Berlanjut
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=28#more-28
5. Mereka Adalah Teroris - Bantahan atas Teroris
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1016

C. ARTIKEL TERKAIT
1. DARI PENERBIT MENEBAR DUSTA MEMBELA TERORIS KHAWARIJ
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=17
2. MENGAPA MEREKA TERSESAT?
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=14
3. MENGAPA SIBUK MEMBANTAH SESAMA MUSLIM DAN DIAM TERHADAP ORANG KAFIR?
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=11
4. MENGAPA MENGGUNAKAN KATA-KATA KERAS DAN PEDAS
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=12
5. MENGAPA MEREKA TERSESAT?
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=14
6. MENGAPA SIBUK MEMBANTAH SESAMA MUSLIM DAN DIAM TERHADAP ORANG KAFIR?
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=11
7. AGAR ANAK TIDAK MENJADI TERORIS
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=63
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1499
8. MENYIKAPI AKSI-AKSI TERORIS KHAWARIJ
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=64
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1511
9. Bingkisan Ringkas untuk Abduh ZA - Muqoddimah (Revisi)
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1116
10. Bingkisan Ringkas untuk Abduh ZA - Pertama (Revisi)
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1117
11. Bingkisan Ringkas untuk Abduh ZA - Kedua (Revisi)
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1118
12. Bingkisan Ringkas untuk Abduh ZA - Ketiga (Revisi)
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1119
13. Amrozi cs, Mati Syahidkah?
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1371

14. Menyikapi Bom Bali 2 - Terorisme itu Sesat
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1010
15. Jangan Gampang Memvonis Mati Syahid !
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1365
16. Membongkar pemikiran sang begawan teroris (Imam Samudra) I
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=878
17. Membongkar pemikiran sang begawan teroris (Imam Samudra) (2)
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=879
18. Jangan Buang BOM Sembarang Tempat !!!
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1516

19. Peringatan: Cadar, Celana Ngatung dan Janggut bukan Ciri-ciri Teroris
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1517

20. Nasehat Kepada Teroris
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1518

21. Penampilan Nyunnah itu Syiar Islam, Bukan Ciri-Ciri Teroris !
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1519


D. Pembelaan atas Negeri Saudi Arabia yang dicap pengusung paham WAHABISME (WAHABI)

Salafi yg kerap diejek dgn Salafi WAHABI Bukanlah Teroris, pengikut ajaran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak pernah mengusung paham TERORISME sama sekali.
1. Pembelaan atas negeri pendukung manhaj Salaf (I)
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=855
2. Pembelaan atas negeri Saudi - Kembali pada al Haq (II)
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=856
3. Pembelaan atas negeri Saudi - Wahabi = Sunni Salafy (III)
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=857
4. Apa dan Siapakah Wahhabi
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1042
5. Sosok Pembaharu : Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1043
6.Sejarah Najd dan Hubungannya dengan Daulah 'Utsmaniyyah
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=657
7. Apa dan bagaimana paham Wahabi? Benarkah Wahabi mengusung paham terorisme?
Silakan baca versi Inggris di http://www.thewahhabimyth.com/ , berikut judulnya :
WAHHABISM
Orthodox Islam and Wahhabism - is there a difference?Does the Creed of 'Wahhabism' Differ From That of Orthodox Islam?
Does Wahhabism endorse suicide bombings? What do the Wahhabis say themselves?Do 'Wahhabis' Support Suicide Bombings?
Wahhabism and terrorism - Do Wahhabis support terrorism?Do 'Wahhabis' Support Acts of Terrorism?
Wahhabism - Are Wahhabis dangerous?Are 'Wahhabis' a Dangerous and Treacherous People?
Osama bin Laden and the Wahhabis - Is his sect Wahhabism?Does Osama Bin Laden Like 'Wahhabis'?
Do Wahhabis even like Osama bin Laden?Do 'Wahhabis' like Osama Bin Laden?
Wahhabism and 9/11 from the words of the WahhabisWhat do 'Wahhabis' Think About 9/11?
Stephen Schwartz and Wahhabism - Does he speak justly about the Wahhabis?Has Stephen Schwartz Spoken Justly About 'Wahhabism'?

OSAMA BIN LADEN
Is Osama bin Laden a Saudi Wahhabi?Is Osama Bin Laden Really a 'Wahhabi'?
Is Osama bin Laden's real affiliation with Wahhabism or something else?What Sect Does Osama Bin Laden Belong to?
The Difference Between Osama bin Laden's sect and WahhabismWhat Kind of Effect has Osama Bin Laden's Sect Had on the World?
Does Osama bin Laden even like Wahhabis and Wahhabism?Does Osama Bin Laden Like 'Wahhabis'?
Do Wahhabis even like Osama?Do 'Wahhabis' Like Osama Bin Laden?
What is Osama bin Laden's real objective?Is Fighting the U.S. Osama Bin Laden's Front for a Different Objective?

WHO'S WHO?
Is Allah a foreign god?Who is Allah?
All about Wahhabis and WahhabismWhat is a 'Wahhabi' and What is 'Wahhabism'?
All about Salafis and SalafismWhat is a Salafi and What is Salafism?
The Muslim Brotherhood of Egypt - al-Ikhwan al-MuslimunThe Group: al-Ikhwan al-Muslimun (The Muslim Brotherhood) of Egypt
Sayyid Qutb a Wahhabi?Who was Sayyid Qutb?
Who was Abu Alaa Maududi?Who was Abu Alaa Maududi?
Who is Hasan al-Banna?Who was Hasan Al-Banna?
Sufis and SufismWhat is a Sufi and What is Sufism?
The Khariji sect, also called the Khawarij, Kharijites, or KhawaarijWhat is a Khariji and Who are the Khawarij?

E. ARTIKEL TENTANG JIHAD, TERORISME & BOM BUNUH DIRI
1. Perintah Taat kepada Allah, Rasul dan Pemerintah
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1035
2. Makna Terorisme dalam Pandangan Islam
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=1114
3. Cara-Cara Batil Menegakkan Daulah Islamiyah
http://salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1433
4.Perangi musuh Islam dengan menghidupkan sunnah
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=818
5. Ketentuan dan Prinsip-Prinsip Dalam Berjihad
http://salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1522
6. Islam Menentang Sikap Ekstrim Dan Melampaui Batas
http://salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1523
7. Pembagian Jihad Melawan Orang Kafir Secara Fisik
http://salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1524
8. Sebab Musabab Munculnya Terorisme
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=1526
9. Akar Kesesatan Pelaku Terorisme
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1520
10. Dampak Negatif Aksi Terorisme
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1521
11. Hukuman Bagi Pelaku Terorisme Dalam Syari’at
Islam

http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1525
12. Fatwa Para Ulama Senior Ttg Bom Bunuh Diri
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=287
13. Fatwa Para Ulama dalam menyikapi krisis Libanon (Bag. I)
http://salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1083
14. Fatwa Para Ulama dalam menyikapi krisis Libanon (Bag. II)
http://salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1084
15.Fatwa-fatwa Ulama Seputar Bom di Saudi & WTC
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1527
16.NOORDIN END STOP!!!
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1528
17. Mengenal Lebih Dekat Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi'i - Beliau Bukan Guru Para Teroris
http://salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1530
18. Syaikh Muqbil menentang Usamah bin Ladin cs
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1531
19. Benarkah Syaifudin Zuhri Murid Syaikh Muqbil?
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1533
20. Benarkah Syaikh Muqbil Mengajarkan & Pro Terorisme ?
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1534
21. Peledakan demi peledakan... Inikah Jihad ??
http://salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1535
22. Bombardir atas nama Jihad = Pengikut Setan
http://salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1536

AL - IMAM ASY - SYAFI'I DAN QASHIDAH AL - BURDAH

Al-Imam Asy-Syafi’i dan Qashidah Al-Burdah

Ilmu dan keadilan Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu menyertai hamba-Nya. Kasih sayang-Nya senantiasa menyelimuti kehidupan mereka dan kebijaksanaan-Nya selalu mengiringi langkah mereka. Namun kelalaianlah yang telah menjadikan manusia itu lupa akan semuanya. Bukan hanya sekadar lupa –di mana itu lebih ringan–, namun lupa diiringi dengan penentangan terhadap kebijaksanaan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta melanggar segala perintah dan larangan-Nya. Kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala mereka balas dengan berbuat keji dan berbuat zalim, padahal kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala meliputi segala sesuatu.

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (Al-A’raf: 156)
Salah satu bentuk kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan kitab-kitab-Nya serta mengutus kepada mereka para nabi dan rasul, untuk membimbing mereka ke jalan wahyu-Nya serta mengarahkan mereka kepada jalan yang akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. Membimbing mereka ke jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memperingatkan dari jalan yang dimurkai-Nya. Kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka tidak berakhir dengan habisnya masa kenabian dan kerasulan yang ditutup dengan Nabi kita Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membangkitkan pada setiap generasi, ulama yang memiliki tugas untuk melangsungkan tugas para rasul di tengah umat ini. Termasuk dalam sederetan ulama tersebut adalah Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu.

Siapakah beliau?
Beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Muththalib bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lua’i bin Ghalib, Abu Abdullah Al-Qurasyi Asy-Syafi’i Al-Makki.
Beliau adalah salah satu dari imam madzhab yang masyhur di kalangan kaum muslimin. Beliau lahir pada tahun 150 H, tahun meninggalnya Abu Hanifah, di daerah Gaza. Para ulama telah menulis riwayat hidup Al-Imam Asy-Syafi’i dalam bentuk karya yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa beliau adalah seorang imam yang dikagumi oleh kawan dan lawan.
Pada suatu ketika Al-Imam Ahmad rahimahullahu duduk bersamanya. Lalu datanglah salah seorang teman beliau mencela beliau karena meninggalkan majelis Ibnu ‘Uyainah –guru Al-Imam Asy-Syafi’i– lantas duduk bersama orang A’rabi (Arab dusun) ini. Lalu Ahmad bin Hanbal berkata kepadanya: “Diam kamu. Jika luput darimu hadits dengan sanad yang ‘ali (tinggi) maka kamu akan mendapatkannya dengan sanad yang nazil (rendah). Jika luput dari hasil akal orang ini (Al-Imam Asy-Syafi’i), aku khawatir kamu tidak mendapatkannya. Aku tidak melihat seorang pun yang lebih faqih tentang kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pemuda ini (Al-Imam Asy-Syafi’i).”
Beliau, Al-Imam Ahmad rahimahullahu, berkata: “Kalau bukan karena Asy-Syafi’i -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala- niscaya kita tidak akan bisa memahami hadits.” Dalam sebuah riwayat beliau berkata: “Beliau (Al-Imam Asy-Syafi’i) adalah orang yang paling faqih tentang Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Dawud bin Ali Azh-Zhahiri, seorang imam dalam Manaqib Asy-Syafi’i berkata: “Ishaq bin Rahawaih berkata kepadaku: ‘Tatkala saya pergi bersama Ahmad ke Asy-Syafi’i di Makkah, dan bertanya tentang banyak hal, saya dapati beliau adalah orang yang fasih dan baik akhlaknya. Tatkala kami berpisah dengannya, sampailah informasi dari sekelompok orang yang ahli di bidang tafsir bahwasanya dia (Asy-Syafi’i) adalah orang yang paling mengerti tentang makna-makna Al-Qur’an (tafsir) pada masanya dan sungguh dia telah diberikan kefaqihan. Jika saya tahu (sebelumnya) niscaya saya akan bermulazamah (belajar khusus) kepadanya’.”
Dawud berkata: “Saya melihat beliau (Ishaq bin Rahawaih) menyesali apa yang luput dari ilmunya (Asy-Syafi’i).”
Bahkan penduduk Makkah menggelari beliau dengan Nashirul Hadits (pembela hadits), disebabkan kemasyhuran beliau dalam membela sunnah dan semangat beliau yang tinggi untuk mengikutinya. (Lihat Muqaddimah Ar-Risalah hal. 6, tahqiq Ahmad Syakir dan Manhaj Al-Imam Asy-Syafi’i fi Itsbat Al-Aqidah, 1/20)
Abdurrahman bin Mahdi rahimahullahu berkata: “Saya tercengang ketika melihat kitab Ar-Risalah, karena saya melihat ucapan seseorang yang berakal, fasih, dan penasihat. Maka saya banyak berdoa untuknya.”

Akidah Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu
Al-Imam Asy-Syafi’i dalam menetapkan akidah berjalan di atas jalan as-salafush shalih dari umat ini. Hal ini terlihat dalam beberapa kaidah di bawah ini
  1. Konsekuen dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta mendahulukan keduanya daripada akal.
Mengambil apa yang datang di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah merupakan prinsip beliau. Ini merupakan salah satu prinsip Ahlus Sunnah, karena keduanya merupakan sumber pengambilan akidah Islamiyyah. Tentunya, seorang muslim tidak boleh mengganti keduanya dengan adat-istiadat, ajaran nenek moyang, takhayul, khurafat, hasil olah akal, perasaan, siyasah (politik), istihsan (anggapan baik), atau lebih mendahulukan taklid daripada keduanya. Tidak ada petunjuk dan kemaslahatan melainkan dengan berpegang teguh pada keduanya. Inilah sesungguhnya sikap orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al-Ahzab: 36)
Di atas prinsip inilah, salaf (pendahulu) umat ini berjalan. Mereka beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka juga beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta segala apa yang datang dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berbicara dengan kemampuan mereka tentang apa yang telah disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk berbicara. Mereka pun diam pada perkara yang mereka tidak sanggup dan tidak disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu termasuk dari sederetan imam-imam salaf umat ini. Ucapan beliau yang masyhur adalah:
آمَنْتُ بِاللهِ وَبِمَا جَاءَ عَنِ اللهِ عَلَى مُرَادِ اللهِ، وَآمَنْتُ بِرَسُولِ اللهِ وَبِمَا جَاءَ عَنْ رَسُولِ اللهِ عَلَى مُرَادِ رَسُولِ اللهِ
“Saya beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saya juga beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dengan segala apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Majmu’ Fatawa, 4/2 dan 6/354)
2. Menetapkan akidah dengan hadits-hadits ahadPara sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi setelah mereka dari kalangan tabi’in dan salaf umat ini telah bersepakat tentang wajibnya beramal dengan hadits ahad, baik mereka mengatakan hadits ahad memberikan manfaat ilmu atau zhan (praduga). Tidak ada yang menyelisihi mereka dalam masalah ini kecuali sebagian kelompok yang tidak teranggap, seperti Mu’tazilah atau Rafidhah. (lihat Al-Ihkam karya Al-Amidi 2/64, Irsyadul Fuhul hal. 48-49)Al-Khathib Al-Baghdadi rahimahullahu berkata: “Beramal dengan hadits ahad merupakan pendapat seluruh tabi’in dan ulama fiqih generasi setelah mereka, di seluruh negeri kaum muslimin, pada setiap masa. Tidak ada satu pun riwayat adanya pengingkaran dan penentangan dari mereka.” (Lihat Al-Kifayah 72)
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu telah membela madzhab salaf dalam hal wajibnya beramal dengan hadits-hadits ahad dalam seluruh perkara agama, termasuk di dalamnya akidah. Tidak pernah ada riwayat bahwa Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu membedakan antara permasalahan akidah dengan selainnya.
Bahkan diriwayatkan dari beliau, ketika disampaikan hadits tentang kaum mukminin melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat, beliau ditanya oleh Sa’id bin Asad: “Apa yang engkau katakan tentang hadits ru’yah (melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala)?” Beliau berkata kepadaku: “Wahai Ibnu Asad, coba putuskan, aku ini orang hidup atau telah mati? Setiap hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya aku akan mengatakannya, walaupun belum sampai kepadaku.” (Manaqib Asy-Syafi’i karya Al-Imam Baihaqi rahimahullahu, 1/421)
Beliau juga telah membantah para pengingkar hadits ahad sebagai hujjah dalam masalah akidah dan beliau memaparkan dalil-dalilnya.

3. Mengagungkan pemahaman salaf (para sahabat) dan mengikuti mereka
Sungguh pemahaman sahabat di kalangan ulama salaf memiliki kedudukan yang tinggi dan agung. Para sahabat, merupakan qudwah (teladan) mereka baik dalam urusan agama ataupun dunia. Mereka seperti yang disebutkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “Wahai sekalian manusia, barangsiapa yang meniti jalan, maka hendaklah dia meniti jalan orang yang telah meninggal dunia karena sesungguhnya orang yang hidup tidak aman dari godaan. Mereka adalah sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah umat yang paling utama, paling dalam ilmunya, dan paling tidak membebani diri. Mereka adalah suatu kaum yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah pilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan menegakkan agamanya. Maka ketahuilah keutamaan mereka dan ikuti langkah-langkah mereka. Berpeganglah semampu kalian dengan akhlak dan agama mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk yang lurus.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi 2/97 dan Dar’ud Ta’arudh 5/69)
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Wahai sekalian ahli Qur’an, luruslah kalian dan ikutilah jalan orang-orang sebelum kalian. Maka, demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, jika kalian lurus niscaya kalian telah melangkah jauh ke depan. Namun jika kalian menyimpang ke kanan dan ke kiri, maka kalian telah tersesat dengan kesesatan yang jauh.” (disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu di dalam kitab Minhajus Sunnah, 5/81)
Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengatakan: “Prinsip sunnah (akidah) di sisi kami adalah berpegang teguh dengan apa yang telah dilalui oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Jami’ Bayan Al-Ilm 2/97 dan Minhajus Sunnah 6/81)

4. Menjauhi pengikut hawa nafsu, ahli bid’ah, dan ahli kalam serta mencela mereka.
Sikap beliau terhadap para pengekor hawa nafsu sangat jelas. Ini terbukti melalui ucapan-ucapan beliau dan amalan beliau. Beliau berkata: “Saya tidak pernah melihat orang yang paling suka bersaksi dusta/palsu selain Syi’ah Rafidhah.” (Adab Asy-Syafi’i hal. 187, Al-Manaqib karya Al-Baihaqi 1/468, dan Sunan Al-Kubra 10/208)
Beliau juga mengkafirkan orang yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk (bukan kalamullah, red.). (Al-Manaqib, Al-Baihaqi, 1/407)
Bahkan sikapnya terlihat tatkala beliau meninggalkan Baghdad menuju Mesir, karena munculnya Mu’tazilah di sana yang kemudian menguasai undang-undang negara.
Ar-Rabi’ berkata: “Aku menyaksikan Al-Imam Asy-Syafi’i turun dari tangga, sementara kaum yang berada di majelis tersebut berbicara tentang ilmu kalam (filsafat). Beliau berkata: ‘Kalian duduk bersama kami dengan baik atau kalian pergi dariku’.”
Bahkan beliau mengatakan: “Hukumanku terhadap ahli kalam (filsafat) adalah dia dipukul dengan pelepah kurma dan sandal, serta diletakkan di atas unta lalu dikelilingkan di kabilah-kabilah, sambil dikatakan: ‘Ini adalah balasan bagi orang yang meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah lalu belajar ilmu kalam’.” (Al-Baghawi di dalam Syarhus Sunnah 1/218 dan Ibnu Abdul Bar di dalam Al-Intiqa hal. 80)

Qashidah Burdah dan akidah Al-Imam Asy-Syafi’i
Setelah kita menyelami akidah Al-Imam Asy-Syafi’i dan prinsip beliau dalam beragama, maka segala bentuk kesyirikan, kebid’ahan dalam agama, kesesatan dalam berakidah, jelas bukan akidah Al-Imam Asy-Syafi’i dan beliau berlepas diri dari semuanya. Mari kita melirik sejenak kepada sebuah untaian bait-bait sya’ir yang terdapat di dalam Al-Burdah yang dijadikan sebagai sajian bacaan yang dilantunkan dalam acara-acara “Islami”, sebagaimana anggapan sebagian orang.
Di dalam burdah tersebut terdapat pujian-pujian yang berlebihan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga mengangkat beliau setara dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan dalam salah satu baitnya, beliau diangkat melebihi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan sebuah kekufuran yang nyata dan kesyirikan yang jelas, bahkan mencakup tiga jenis kesyirikan sekaligus yaitu syirik dalam uluhiyah, syirik dalam rububiyah, serta syirik dalam asma’ dan sifat. Di antara bait-bait syair yang dibawakan oleh Al-Bushiri di dalam Al-Burdah adalah:
يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَالِي مَنْ أَلُوذُ بِهِ
سِوَاكَ عِنْدَ حُلُولِ الْحَادِثِ الْعَمِمِ
Wahai makhluk yang paling dermawan kepada siapakah aku berlindung
kalau bukan pada dirimu ketika terjadi malapetaka yang menyeluruh

Kalimat ini merupakan kesyirikan dalam hal tauhid uluhiyah, yaitu meminta perlindungan dari berbagai marabahaya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita telah mengetahui bahwa meminta perlindungan adalah sebuah ibadah, dan ibadah itu tidak boleh diberikan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh.” (Al-Falaq: 1)

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia.” (An-Nas: 1)
Apakah malapetaka yang dimaksud?
Gempa, badai, angin topan, petir yang menyambar, gunung meletus, ombak yang menggunung di lautan, tanah longsor, wabah, dan sebagainya, semuanya termasuk kategori malapetaka. Akankah engkau meminta penyelesaiannya kepada Nabi kita Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mampukah setelah beliau meninggal untuk berbuat? Sedangkan di masa hidupnya beliau mengatakan:

لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al-A’raf: 188)
إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا

“Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan.” (Al-Jin: 21)
Dalam bait lainnya:
فَإِنَّ مِنْ جُودِكَ الدُّنْيَا وَضَرَّتَهَا
وَمِنْ عُلُومِكَ عِلْمَ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ
maka di antara kedermawananmu adanya dunia dan akhirat
dan di antara ilmumu adalah ilmu lauhul mahfudz dan qalam (pena penulis takdir, red.)

Pada bait ini terdapat bentuk kesyirikan dalam hal tauhid rububiyah. Dikatakan bahwa dunia dan akhirat merupakan pemberian Nabi kita, padahal beliau adalah manusia biasa yang tentunya tidak akan pantas menyandang kerububiyahan.

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah yang Esa’.” (Al-Kahfi: 110)
Jika dunia dan akhirat ada karena kedermawanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu apalagi yang disisakan oleh Bushiri untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Dan dalam bait ini juga terdapat syirik dalam masalah tauhid asma’ dan sifat, yaitu masalah ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang perkara gaib yang kemudian disandangkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara beliau sendiri diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ

Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib.” (Al-An’am: 50)

وَمَا كَانَ اللهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya.” (Ali ‘Imran: 179)
Masalah ghaib adalah ilmu yang hanya dimiliki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak ada seorang hamba setinggi apapun derajatnya yang berhak menyandangnya.

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Al-An’am: 59)

Kenapa ucapan syirik seperti ini terjadi?
Itulah akibat sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama yang akan menjatuhkan pelakunya pada kebinasaan dunia dan akhirat. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu membuat judul dalam karya beliau Kitab At-Tauhid: “Bab: Sebab kekufuran bani Adam dan mereka meninggalkan agama mereka adalah ghuluw dalam menyikapi orang shalih.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُولُوا: عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ
“Jangan kalian menyanjungku sebagaimana orang Nasrani menyanjung putra Maryam, aku adalah seorang hamba maka katakanlah: ‘Hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya’.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ
“Berhati-hati kalian dari sikap ghuluw karena ghuluw telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ
“Telah binasa orang-orang yang bersikap berlebih-lebihan.”
Wallahu alam bish-shawab.
DA'WAH SALAFIYAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH

Membongkar Kedok Jamaah Tabligh

Jamaah Tabligh tentu bukan nama yang asing lagi bagi masyarakat kita, terlebih bagi mereka yang menggeluti dunia dakwah. Dengan menghindari ilmu-ilmu fiqh dan aqidah yang sering dituding sebagai 'biang pemecah belah umat', membuat dakwah mereka sangat populer dan mudah diterima masyarakat berbagai lapisan.
Bahkan saking populernya, bila ada seseorang yang berpenampilan mirip mereka atau kebetulan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan mereka, biasanya akan ditanya; ”Mas, Jamaah Tabligh, ya?” atau “Mas, karkun, ya?” Yang lebih tragis jika ada yang berpenampilan serupa meski bukan dari kalangan mereka, kemudian langsung dihukumi sebagai Jamaah Tabligh.
Pro dan kontra tentang mereka pun meruak. Lalu bagaimanakah hakikat jamaah yang berkiblat ke India ini? Kajian kali ini adalah jawabannya.

Pendiri Jamaah Tabligh

Jamaah Tabligh didirikan oleh seorang sufi dari tarekat Jisytiyyah yang berakidah Maturidiyyah dan bermadzhab fiqih Hanafi. Ia bernama Muhammad Ilyas bin Muhammad Isma'il Al-Hanafi Ad-Diyubandi Al-Jisyti Al-Kandahlawi kemudian Ad-Dihlawi. Al-Kandahlawi merupakan nisbat dari Kandahlah, sebuah desa yang terletak di daerah Sahranfur. Sementara Ad-Dihlawi dinisbatkan kepada Dihli (New Delhi), ibukota India. Di tempat dan negara inilah, markas gerakan Jamaah Tabligh berada. Adapun Ad-Diyubandi adalah nisbat dari Diyuband, yaitu madrasah terbesar bagi penganut madzhab Hanafi di semenanjung India. Sedangkan Al-Jisyti dinisbatkan kepada tarekat Al-Jisytiyah, yang didirikan oleh Mu’inuddin Al-Jisyti.
Muhammad Ilyas sendiri dilahirkan pada tahun 1303 H dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal pada tanggal 11 Rajab 1363 H. (Bis Bri Musliman, hal.583, Sawanih Muhammad Yusuf, hal. 144-146, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 2).

Latar Belakang Berdirinya Jamaah Tabligh

Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan, ”Ketika Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku-suku yang tinggal di dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan orang-orang Majusi para penyembah berhala Hindu, bahkan bernama dengan nama-nama mereka, serta tidak ada lagi keislaman yang tersisa kecuali hanya nama dan keturunan, kemudian kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati Muhammad Ilyas. Pergilah ia ke Syaikhnya dan Syaikh tarekatnya, seperti Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi dan Asyraf Ali At-Tahanawi untuk membicarakan permasalahan ini. Dan ia pun akhirnya mendirikan gerakan tabligh di India, atas perintah dan arahan dari para syaikhnya tersebut.” (Nazhrah 'Abirah I’tibariyyah Haulal Jama'ah At-Tablighiyyah, hal. 7-8, dinukil dari kitab Jama'atut Tabligh Aqa’iduha Wa Ta’rifuha, karya Sayyid Thaliburrahman, hal. 19)
Merupakan suatu hal yang ma’ruf di kalangan tablighiyyin (para pengikut jamah tabligh, red) bahwasanya Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah kepergiannya ke makam Rasulullah  (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 3).

Markas Jamaah Tabligh

Markas besar mereka berada di Delhi, tepatnya di daerah Nizhamuddin. Markas kedua berada di Raywind, sebuah desa di kota Lahore (Pakistan). Markas ketiga berada di kota Dakka (Bangladesh). Yang menarik, pada markas-markas mereka yang berada di daratan India itu, terdapat hizb (rajah) yang berisikan Surat Al-Falaq dan An-Naas, nama Allah yang agung, dan nomor 2-4-6-8 berulang 16 kali dalam bentuk segi empat, yang dikelilingi beberapa kode yang tidak dimengerti. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 14)
Yang lebih mengenaskan, mereka mempunyai sebuah masjid di kota Delhi yang dijadikan markas oleh mereka, di mana di belakangnya terdapat empat buah kuburan. Dan ini menyerupai orang-orang Yahudi dan Nashrani, di mana mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari kalangan mereka sebagai masjid. Padahal Rasulullah  melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid, bahkan mengkhabarkan bahwasanya mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah . (Lihat Al-Qaulul Baligh Fit Tahdziri Min Jama’atit Tabligh, karya Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri, hal. 12)

Asas dan Landasan Jamaah Tabligh

Jamaah Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka pegang, bahkan cenderung berlebihan. Asas dan landasan ini mereka sebut dengan al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang enam), dengan rincian sebagai berikut:

Sifat Pertama: Merealisasikan Kalimat Thayyibah Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah
Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan: “mengeluarkan keyakinan yang rusak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang dzat Allah, bahwasanya Dialah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha Mendatangkan Mudharat dan Manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan dan Mematikan”. Kebanyakan pembicaraan mereka tentang tauhid, hanya berkisar pada tauhid rububiyyah semata (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 4).
Padahal makna Laa Ilaha Illallah sebagaimana diterangkan para ulama adalah: “Tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah.” (Lihat Fathul Majid, karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh, hal. 52-55). Adapun makna merealisasikannya adalah merealisasikan tiga jenis tauhid; al-uluhiyyah, ar-rububiyyah, dan al-asma wash shifat (Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, karya Abu Ibrahim Ibnu Sulthan Al-'Adnani, hal. 10). Dan juga sebagaimana dikatakan Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan: “Merealisasikan tauhid artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga jenisnya, pen) dari kesyirikan, bid’ah, dan kemaksiatan.” (Fathul Majid, hal. 75)
Oleh karena itu, Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan bahwa di antara 'keistimewaan' Jamaah Tabligh dan para pemukanya adalah apa yang sering dikenal dari mereka bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berikrar dengan tauhid. Namun tauhid mereka tidak lebih dari tauhidnya kaum musyrikin Quraisy Makkah, di mana perkataan mereka dalam hal tauhid hanya berkisar pada tauhid rububiyyah saja, serta kental dengan warna-warna tashawwuf dan filsafatnya. Adapun tauhid uluhiyyah dan ibadah, mereka sangat kosong dari itu. Bahkan dalam hal ini, mereka termasuk golongan orang-orang musyrik. Sedangkan tauhid asma wash shifat, mereka berada dalam lingkaran Asya’irah serta Maturidiyyah, dan kepada Maturidiyyah mereka lebih dekat”. (Nazhrah ‘Abirah I’tibariyyah Haulal Jamaah At-Tablighiyyah, hal. 46).

Sifat Kedua: Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri
Asy-Syaikh Hasan Janahi berkata: “Demikianlah perhatian mereka kepada shalat dan kekhusyukannya. Akan tetapi, di sisi lain mereka sangat buta tentang rukun-rukun shalat, kewajiban-kewajibannya, sunnah-sunnahnya, hukum sujud sahwi, dan perkara fiqih lainnya yang berhubungan dengan shalat dan thaharah. Seorang tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, red) tidaklah mengetahui hal-hal tersebut kecuali hanya segelintir dari mereka.” (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 5- 6).

Sifat ketiga: Keilmuan yang Ditopang dengan Dzikir
Mereka membagi ilmu menjadi dua bagian. Yakni ilmu masail dan ilmu fadhail. Ilmu masail, menurut mereka, adalah ilmu yang dipelajari di negeri masing-masing. Sedangkan ilmu fadhail adalah ilmu yang dipelajari pada ritus khuruj (lihat penjelasan di bawah, red) dan pada majlis-majlis tabligh. Jadi, yang mereka maksudkan dengan ilmu adalah sebagian dari fadhail amal (amalan-amalan utama, pen) serta dasar-dasar pedoman Jamaah (secara umum), seperti sifat yang enam dan yang sejenisnya, dan hampir-hampir tidak ada lagi selain itu.
Orang-orang yang bergaul dengan mereka tidak bisa memungkiri tentang keengganan mereka untuk menimba ilmu agama dari para ulama, serta tentang minimnya mereka dari buku-buku pengetahuan agama Islam. Bahkan mereka berusaha untuk menghalangi orang-orang yang cinta akan ilmu, dan berusaha menjauhkan mereka dari buku-buku agama dan para ulamanya. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 6 dengan ringkas).

Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim
Sesungguhnya Jamaah Tabligh tidak mempunyai batasan-batasan tertentu dalam merealisasikan sifat keempat ini, khususnya dalam masalah al-wala (kecintaan) dan al-bara (kebencian). Demikian pula perilaku mereka yang bertentangan dengan kandungan sifat keempat ini di mana mereka memusuhi orang-orang yang menasehati mereka atau yang berpisah dari mereka dikarenakan beda pemahaman, walaupun orang tersebut 'alim rabbani. Memang, hal ini tidak terjadi pada semua tablighiyyin, tapi inilah yang disorot oleh kebanyakan orang tentang mereka. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 8)

Sifat Kelima: Memperbaiki Niat
Tidak diragukan lagi bahwasanya memperbaiki niat termasuk pokok agama dan keikhlasan adalah porosnya. Akan tetapi semuanya membutuhkan ilmu. Dikarenakan Jamaah Tabligh adalah orang-orang yang minim ilmu agama, maka banyak pula kesalahan mereka dalam merealisasikan sifat kelima ini. Oleh karenanya engkau dapati mereka biasa shalat di masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 9)

Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah subhanahu wata'ala
Cara merealisasikannya adalah dengan menempuh khuruj (keluar untuk berdakwah, pen) bersama Jamaah Tabligh, empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu. Yang pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Hadir pada dua majelis ta’lim setiap hari, majelis ta’lim pertama diadakan di masjid sedangkan yang kedua diadakan di rumah. Meluangkan waktu 2,5 jam setiap hari untuk menjenguk orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi, membaca satu juz Al Qur’an setiap hari, memelihara dzikir-dzikir pagi dan sore, membantu para jamaah yang khuruj, serta i’tikaf pada setiap malam Jum’at di markas. Dan sebelum melakukan khuruj, mereka selalu diberi hadiah-hadiah berupa konsep berdakwah (ala mereka, pen) yang disampaikan oleh salah seorang anggota jamaah yang berpengalaman dalam hal khuruj. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 9)
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan berkata: “Khuruj di jalan Allah adalah khuruj untuk berperang. Adapun apa yang sekarang ini mereka (Jamaah Tabligh, pen) sebut dengan khuruj maka ini bid’ah. Belum pernah ada (contoh) dari salaf tentang keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah yang harus dibatasi dengan hari-hari tertentu. Bahkan hendaknya berdakwah sesuai dengan kemampuannya tanpa dibatasi dengan jamaah tertentu, atau dibatasi 40 hari, atau lebih sedikit atau lebih banyak.” (Aqwal Ulama As-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 7)
Asy-Syaikh Abdurrazzaq 'Afifi berkata: “Khuruj mereka ini bukanlah di jalan Allah, tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidaklah berdakwah kepada Al Qur’an dan As Sunnah, akan tetapi berdakwah kepada (pemahaman) Muhammad Ilyas, syaikh mereka yang ada di Banglades (maksudnya India, pen). (Aqwal Ulama As Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 6)

Aqidah Jamaah Tabligh dan Para Tokohnya

Jamaah Tabligh dan para tokohnya, merupakan orang-orang yang sangat rancu dalam hal aqidah1. Demikian pula kitab referensi utama mereka Tablighi Nishab atau Fadhail A’mal karya Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi, merupakan kitab yang penuh dengan kesyirikan, bid’ah, dan khurafat. Di antara sekian banyak kesesatan mereka dalam masalah aqidah adalah2:
  1. Keyakinan tentang wihdatul wujud (bahwa Allah menyatu dengan alam ini). (Lihat kitab Tablighi Nishab, 2/407, bab Fadhail Shadaqat, cet. Idarah Nasyriyat Islam Urdu Bazar, Lahore).
  2. Sikap berlebihan terhadap orang-orang shalih dan keyakinan bahwa mereka mengetahui ilmu ghaib. (Lihat Fadhail A’mal, bab Fadhail Dzikir, hal. 468-469, dan hal. 540-541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).
  3. Tawassul kepada Nabi (setelah wafatnya) dan juga kepada selainnya, serta berlebihannya mereka dalam hal ini. (Lihat Fadhail A’mal, bab Shalat, hal. 345, dan juga bab Fadhail Dzikir, hal. 481-482, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).
  4. Keyakinan bahwa para syaikh sufi dapat menganugerahkan berkah dan ilmu laduni (lihat Fadhail A’mal, bab Fadhail Qur’an, hal. 202- 203, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).
  5. Keyakinan bahwa seseorang bisa mempunyai ilmu kasyaf, yakni bisa menyingkap segala sesuatu dari perkara ghaib atau batin. (Lihat Fadhail A’mal, bab Dzikir, hal. 540- 541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).
  6. Hidayah dan keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti tarekat Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi (lihat Shaqalatil Qulub, hal. 190). Oleh karena itu, Muhammad Ilyas sang pendiri Jamaah Tabligh telah membai’atnya di atas tarekat Jisytiyyah pada tahun 1314 H, bahkan terkadang ia bangun malam semata-mata untuk melihat wajah syaikhnya tersebut. (Kitab Sawanih Muhammad Yusuf, hal. 143, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 2).
  7. Saling berbai’at terhadap pimpinan mereka di atas empat tarekat sufi: Jisytiyyah, Naqsyabandiyyah, Qadiriyyah, dan Sahruwardiyyah. (Ad-Da'wah fi Jaziratil 'Arab, karya Asy-Syaikh Sa’ad Al-Hushain, hal. 9-10, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 12).
  8. Keyakinan tentang keluarnya tangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari kubur beliau untuk berjabat tangan dengan Asy-Syaikh Ahmad Ar-Rifa’i. (Fadhail A’mal, bab Fadhail Ash-Shalati ‘alan Nabi, hal. 19, cet. Idarah Isya’at Diyanat Anarkli, Lahore).
  9. Kebenaran suatu kaidah, bahwasanya segala sesuatu yang menyebabkan permusuhan, perpecahan, atau perselisihan -walaupun ia benar- maka harus dibuang sejauh-jauhnya dari manhaj Jamaah. (Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, hal. 10).
  10. Keharusan untuk bertaqlid (lihat Dzikir Wa I’tikaf Key Ahmiyat, karya Muhammad Zakaria Al-Kandahlawi, hal. 94, dinukil dari Jama'atut Tabligh ‘Aqaiduha wa Ta’rifuha, hal. 70).
  11. Banyaknya cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits lemah/ palsu di dalam kitab Fadhail A’mal mereka, di antaranya apa yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Hasan Janahi dalam kitabnya Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 46-47 dan hal. 50-52. Bahkan cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits palsu inilah yang mereka jadikan sebagai bahan utama untuk berdakwah. Wallahul Musta’an.
Fatwa Para Ulama Tentang Jamaah Tabligh
  1. Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Siapa saja yang berdakwah di jalan Allah bisa disebut “muballigh” artinya: (Sampaikan apa yang datang dariku (Rasulullah), walaupun hanya satu ayat), akan tetapi Jamaah Tabligh India yang ma’ruf dewasa ini mempunyai sekian banyak khurafat, bid’ah dan kesyirikan. Maka dari itu, tidak boleh khuruj bersama mereka kecuali bagi seorang yang berilmu, yang keluar (khuruj) bersama mereka dalam rangka mengingkari (kebatilan mereka) dan mengajarkan ilmu kepada mereka. Adapun khuruj, semata ikut dengan mereka maka tidak boleh”.
  2. Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata: “Semoga Allah merahmati Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz (atas pengecualian beliau tentang bolehnya khuruj bersama Jamaah Tabligh untuk mengingkari kebatilan mereka dan mengajarkan ilmu kepada mereka, pen), karena jika mereka mau menerima nasehat dan bimbingan dari ahlul ilmi maka tidak akan ada rasa keberatan untuk khuruj bersama mereka. Namun kenyataannya, mereka tidak mau menerima nasehat dan tidak mau rujuk dari kebatilan mereka, dikarenakan kuatnya fanatisme mereka dan kuatnya mereka dalam mengikuti hawa nafsu. Jika mereka benar-benar menerima nasehat dari ulama, niscaya mereka telah tinggalkan manhaj mereka yang batil itu dan akan menempuh jalan ahlut tauhid dan ahlus sunnah. Nah, jika demikian permasalahannya, maka tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka sebagaimana manhaj as-salafush shalih yang berdiri di atas Al Qur’an dan As Sunnah dalam hal tahdzir (peringatan) terhadap ahlul bid’ah dan peringatan untuk tidak bergaul serta duduk bersama mereka. Yang demikian itu (tidak bolehnya khuruj bersama mereka secara mutlak, pen), dikarenakan termasuk memperbanyak jumlah mereka dan membantu mereka dalam menyebarkan kesesatan. Ini termasuk perbuatan penipuan terhadap Islam dan kaum muslimin, serta sebagai bentuk partisipasi bersama mereka dalam hal dosa dan kekejian. Terlebih lagi mereka saling berbai’at di atas empat tarekat sufi yang padanya terdapat keyakinan hulul, wihdatul wujud, kesyirikan dan kebid’ahan”.
  3. Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullah berkata: “Bahwasanya organisasi ini (Jamaah Tabligh, pen) tidak ada kebaikan padanya. Dan sungguh ia sebagai organisasi bid’ah dan sesat. Dengan membaca buku-buku mereka, maka benar-benar kami dapati kesesatan, bid’ah, ajakan kepada peribadatan terhadap kubur-kubur dan kesyirikan, sesuatu yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu -insya Allah- kami akan membantah dan membongkar kesesatan dan kebatilannya”.
  4. Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “Jamaah Tabligh tidaklah berdiri di atas manhaj Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam serta pemahaman as-salafus shalih.” Beliau juga berkata: “Dakwah Jamaah Tabligh adalah dakwah sufi modern yang semata-mata berorientasi kepada akhlak. Adapun pembenahan terhadap aqidah masyarakat, maka sedikit pun tidak mereka lakukan, karena -menurut mereka- bisa menyebabkan perpecahan”. Beliau juga berkata: “Maka Jamaah Tabligh tidaklah mempunyai prinsip keilmuan, yang mana mereka adalah orang-orang yang selalu berubah-ubah dengan perubahan yang luar biasa, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada”.
  5. Asy-Syaikh Al-Allamah Abdurrazzaq 'Afifi berkata: “Kenyataannya mereka adalah ahlul bid’ah yang menyimpang dan orang-orang tarekat Qadiriyyah dan yang lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidaklah berdakwah kepada Al Qur’an dan As Sunnah, akan tetapi kepada Muhammad Ilyas, syaikh mereka di Bangladesh (maksudnya India, pen)”.
Demikianlah selayang pandang tentang hakikat Jamaah Tabligh, semoga sebagai nasehat dan peringatan bagi pencari kebenaran. Wallahul Muwaffiq wal Hadi Ila Aqwamith Thariq.